Senin, 14 Maret 2011

Ibu Yang Kami Sanyang

Senyum kebanggaan tersungging dari bibirnya
Tatapan matanya menyorotkan rasa optimis
Keperkasaan dan keteduhan menyatu pada dirinya
Ayu yang perkasa, lembut yang bergelora
Bahu mu sandaran berjuta manusia
Pundakmu harapan anak bangsa
Mampukah kau tegak berdiri, diantara gelombang globalisasi ?
Mampukah kau berlari mengejar ketertinggalan teknologi ?
Mampukah kau membasmi korupsi, kolusi dan nepotisme di bumi Tiertayasa ini ?
Jika kau mau, jika kau mampu , jika kau tak melakukan itu
Kau tak perlu merayuku,
Kau tak perlu mengeluarkan sesenpun dari saku mu
aku kan takluk padamu
Aku akan catat dirimu dalam tinta emasku sebagai Ibu Yang Kami Sayang

Rabu, 09 Maret 2011

Kartini Tanpa Kebaya

Kartini Tanpa Kebaya
Oleh : Arenawati

Tidak ada wanita di bumi Indonesia ini yang tidak mengenal sosok RA Kartini. Kisah kegigihannya untuk terus belajar di tengah keterkekangan dirinya dalam keluarga priyayi alias ningrat menjadikan ia sebagai sosok wanita pertama yang mengilhami emansipasi wanita. Sosok RA Kartini demikian melegenda pada masyarakat Indonesia terutama kaum hawa sebagai pelopor emansipasi wanita. RA Kartini memotivasi kaum hawa di negeri yang memang lebih banyak dihuni oleh kaum hawa ini bergerak bebas dalam dunia yang fana ini. Wanita bebas mengejar ilmu setinggi langit, wanita bebas untuk bekerja di semua sektor pekerjaaan , wanita sekarang bebas untuk bercita-cita untuk menjadi apapun yang diinginkannya. Pekerjaan yang mungkin semula hanya dilakukan oleh kaum lelaki, seperti sopir pun dilakukan juga oleh wanita, sopir angkot, sopir taxi, supir bus trans Jakarta, sampai traktor seukuran rumah di penambangan Freeport dan Newmont di kemudikan oleh seorang wanita. Oh betapa perkasanya wanita !
Demikianlah , saat ini wanita sangat berbangga hati apabila dapat melakukan atau menjadi sesuatu melebihi kemampuan kaum adam. Wanita dianggap hebat bila dapat menjadi pemimpin , memiliki kekuasaan yang besar, memiliki kekayaan yang berlimpah, memiliki “prestasi” dan karier yang lebih dari kaum adam. Orang akan berdecak kagum “ duh, hebatnya !”. Para wanita pun akan berkata dalam hati “ kapan ya aku seperti dia “. Tapi … apa benar ini yang diinginkan oleh RA Kartini ? Apakah dia akan bahagia melihat kaum wanita “maju” di berbagai bidang pekerjaan. Saat ini wanita bekerja menjadi prestige bagi kaum wanita, tanpa di tahu sebenarnya dia telah mengorbankan banyak hal untuk ambisinya tersebut. Berjuta-juta balita tidak meninkati ASI eksklusif, diasuh oleh baby sitter ,, berjuta-juta anak-anak makan makanan siap saji atau jajan, berjuta-juta suami mengernyitkan dahi sepulang bekerja tak ada istri, bahkan ada yang terpaksa mengasuh anaknya dengan alasan emansipasi. Inikah yang diharapkan oleh RA Kartini ? sekali lagi saya bertanya pada diri saya sendiri inikah yang diinginkan RA Kartini ? sampai saat ini saya belum tahu jawabannya karena beliau sudah pergi meninggalkan dunia yang fana ini sebelum melihat pemikirannya yang maju di “ adaptasi” oleh wanita di era sekarang ini. Apakah beliau menitikkan air mata atau tersenyum bahagia ?
Sosok RA Kartini disimbolkan dengan keanggunannya, dengan senyum diwajahnya, berkebaya menampakkan ciri khas wanita Indonesia yang anggun tetapi brilian dalam pemikirannya. RA Kartini tidak terlepas dengan kebayanya yang anggun. Setiap memperingati Hari Kartini pada tanggal 21 April, pasti tidak ketinggalan diadakan lomba busana kebaya. Ya tidak ? itu kata guru SMP saya lho …. Jadi RA Kartini identik dengan busana Kebaya. Busana Kebaya akan dilengkapi dengan kain batik yang melekat ramping di tubuh wanita. Dengan mengenakan kostum kebaya wanita akan tampak anggun, berjalan pun hati-hati, sehingga wanita tidak dapat bergerak bebas alias grusa-grusu kalau gak mau jatuh. Dibalik kebaya kartini sebenarnya tertangkap makna. Kebebasan wanita itu adalah kebebasan yang terbatas. Wanita boleh berpendidikan tinggi, menjadi penguasa,pengusaha sukses, pekerjaan yang hebat tapi tetap saja bahwa kodrat wanita berbeda dengan pria. Wanita adalah ibu yang melahirkan bayi, yang mengasuh , membimbing anak ,menemani dan menghormati suaminya. Kebaya bukan pengekang kebebasan wanita , kebaya hanya membatasi gerak wanita. Kenyataan yang ada sekarang, seringkali wanita melepaskan kewajibannya sebagai seorang ibu dengan dalih sibuk bekerja, sibuk berkarier, sibuk…sibuk..sibuk ! itu yang sering diprotes oleh anak saya . Kondisi sekarang dapat diibaratkan seperti “ Kartini tanpa Kebaya” yang kadang bergerak terlalu bebas, lha wong Kartini-Kartini era ini sudah pakai celana panjang . Makna “ Kebaya Kartini” semoga menginspirasi kaum wanita yang pinter-pinter, hebat-hebat untuk tetap memliki “ red line” agar tidak terjerembab atau tersungkur karena terlalu bebas bergerak. Jangan sampai suatu saat nanti wanita-wanita yang hebat saat ini menyesal karena anak-anaknya tidak memiliki sopan santun, tidak menghormati orang tuanya, lebih memilih bermain game daripada belajar, menjadi matre karena selalu disogok uang jajan, menjadi pecandu narkoba dan lebih suka dugem di klab daripada di suruh ke masjid,belum lagi bila suami ikut “berulah” karena tidak pernah diperhatikan sang istri. Apa jadinya bila kehebatan dan kecemerlangan telah pudar ditelan usia, di masa tua kita tidak menemui anak-anak yang berbakti , sholeh dan sholehah, bahkan menyalahkan “ ibu, mama, aku seperti ini karena ibu, mama tidak memberikan perhatian padaku, sibuk.. dan sibuk ! Inikah akhir yang diinginkan karena sebuah ambisi yang terlahir dari istilah emansipasi ? Bagaimanapun masa depan bangsa masih tetap di tangan wanita, maka ingin menjadi Kartini dengan Kebaya atau Kartini dengan Celana Panjang ?

Arenawati, M.Si, penulis adalah seorang ibu yang sedang berusaha menjadi Kartini Yang Berkebaya, guru dari sejumlah mahasiswa produk “ Kartini dengan Celana Panjang di FISIP Untirta.