Senin, 02 November 2009

THE CONCEPT OF DEVELOPMENT ADMINISTRATION

Latar Belakang Administrasi Pembangunan
Beberapa dekade terakhir sebelum konsep administrasi pembangunan menjadi popular seperti sekarang ini, untuk mendapatkan pengertiannya orang kadangkala menunjuk suatu paradigma tertentu atau menunjuk suatu kerangka-kerangka pemikiran yang sudah diterima secara luas. Lembaga dan organisasi-organisasi seperti National Institute of Development Administration di Thailand, The Comparative Administration Groups memainkan peranan penting dalam usaha menumbuhkan konsep administrasi pembangunan, (Riggs, 1996) Pusat perhatiannya pada studi administrasi Negara cukup berkualitas sehingga mampu menarik perhatian orang pada masalah-masalah administrasi di negara-negara “berkembang”. Pada saat itu pusat perhatiannya lebih pada masalah-masalah struktur dan penampakan juga yang tidak tampak dari pemerinntah di Negara berkembang.
Istilah “administrasi pembangunan” mulai muncul pada tahun 1950-an untuk menggambarkan aspek-aspek pembangunan di dalam administrasi publik, yang dimana membahas tentang kebijakan-kebijakan, proyek-proyek, dan program-program untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi. Terdapat persamaan lokus dalam adminstrasi pembangunan, kalau Riggs lebih ditujukan pada Negara-negara berkembang, sedangkan tulisan ini menitik beratkan pada Negara-negara yang baru merdeka, yang baru lepas dari penjajahan, dimana mereka harus memulai pekerjaan baru, yaitu pembangunan. Negara-negara berkembang seperti Indonesia, Thailand, rata-rata adalah negara yang pada tahun 1945-1950-an baru lepas dari tangan penjajah . Oleh karena itu administrasi pembangunan menjadi studi penting dan menjadi titik perhatian.
Tugas pertama dari negara yang baru lahir adalah dengan menciptakan identitas mereka sebagai negara yang utuh dan terintegrasi, mereka juga harus menciptakan sistem yang baru untuk menentukan kebijakan dan pembuatan keputusan. Tugas dari penciptaan pemerintahan nasional membutuhkan pengakomodasian berbagai elemen di dalam sebuah negara yang baru berdiri, elemen-elemen ini terdiri dari berbagai kelompok yang berbeda-beda. Kebijakan luar negeri untuk meraih pengakuan internasional dan hubungan mutualisme dapat diraih dengan menciptakan pelayanan urusan-urusan luar negeri. Pada saat bersamaan, berbagai kebutuhan-kebutuhan khusus pun muncul akan sistem yang tepat untuk diinstalkan terhadap pemerintah dan birokrasi, sistem pajak, sistem keadilan, dan sistem keamanan pun harus segera dibentuk dengan baik.Tugas yang jauh lebih penting adalah menciptakan sistem yang digunakan untuk mentranslasi aspirasi dan tuntutan dari masyarakatnya kedalam program-program dan kebijakan, pendeknya negara dituntut untuk lebih responsif terhadap apa yang diinginkan oleh masyarakatnya.
Kebanyakan dari negara-negara yang baru lahir ini telah membangun atau telah mencoba membangun beberapa sistem dari demokrasi perwakilan yang dimana lembaga-lembaga pengikutnya melakukan proses demokrasi seperti pemilihan presiden, pemilu, dan pengendalian birokrasi. Mungkin tidak ada prioritas antara aspirasi dengan harapan masyarakat akan keberhasilan negara maju yang liberalis, masyarakat dari negara-negara berkembang adalah untuk mwujudkan efektifitas dari pemerintah mereka sendiri. Walaupun memang, pengadopsian akan sistem birokrasi negara yang sudah maju pun terkadang dilakukan untuk melengkapi sistem yang ada. Tuntutan lain yang lahir di negara-negara yang baru lahir adalah koreksi atas ketidakadilan dan ketimpangan di dalam kehidupan masyarakat.
Harapan-harapan yang cukup tinggi dari masyarakat terhadap pemerintah mereka adalah tuntutan akan standar kesejahteraan hidup dan kesempatan untuk maju dan berekspresi. Hal ini menjadi beban tambahan bagi pemerintah dan para birokrasinya untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan. Dimana komponen-komponen pembangunan adalah: sumberdaya alam, modal, teknologi, dan sumberdaya manusia, kesemuanya ini harus dijadikan fokus untuk meraih apa yang dicita-citakan negara. Pemerintah harus menciptakan kondisi yang stabil dan aman untuk mendorong proses pembangunan ini, pemerintah harus menempatkan elemen-elemen ini di dalam proses produksi yang menyediakan keuntungan yang dimana keuntungan tersebut bisa diserap oleh semua elemen bangsa, hal ini menjadi beban yang cukup berat bagi pemerintah.
Menurut Riggs(1996) ada 2 titik pembahasan dalam Administrasi Pembangunan, yang pertama berkaitan dengan pertanyaan apa yang menyebabkan administrasi negara tidak memadai di negara-negara berkembang. Kedua berkaitan dengan pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan untuk menjadikan pemerintah di negara-negara tersebut dapat memberikan sumbangan terhadap proses pertumbuhan ekonomi dan modernisasi. Menurut Tennesse Valley Authority (TVA) masalah administrasi pembangunan yang sering muncul pada tahun 1962 seperti masalah tipe personil, keuangan, organisasi-organisasi dan metode kerja klasik dan agen perubahan itu sendiri. Dengan demikian administrasi pembangunan yang pertama, akan berkaitan dengan proses administrasi suatu program pembangunan dengan metode-metode yang digunakan oleh organisasi besar terutama pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan guna menemukan sasaran-sasaran pembangunan mereka. Kedua, istilah administrasi pembangunan berkaitan dengan implikasinya secara langsung. Termasuk didalamnya peningkatan kemampuan administratif, jelasnya demikian apabila suatu program pembangunan berhasil dilaksanakan dengan sendirinya akan mendorong terjadinya perubahan di lingkungan masyarakat, politik, termasuk perubahan kemampuan masyarakat di bidang administrasi (Riggs, 1996 :xiv)

Permasalahan-permasalahan kebijakan pembangunan dan ekonomi yang harus dicakup oleh ranah administrasi publik pun memiliki perbedaan-perbedaan di berbagai negara. Ada beberapa negara yang kurang memiliki kapabilitas, sumberdaya alam, modal, dan elemen-elemen lain untuk mewujudkan tuntutan dari masyarakat mereka akan peningkatan kesejahteraan. Namun ada juga negara-negara yang memiliki keuntungan didalam ketersediaan elemen-elemen pembangunan diatas. Perubahan sistem ekonomi dari sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional bergerak perlahan, walaupun target dan metode sistem tersebut sudah diketahui oleh negara-negara yang baru merdeka.


II. PEMBAHASAN
1. Arti Pembangunan

Pembangunan sering dirumuskan sebagai proses perubahan yang terencana dari suatu situasi nasional yang satu ke satu situasi nasional yang lain yang dinilai lebih tinggi (Katz,1971 dalam Moeljarto) dengan kata lain pembangunan menyangkut proses perbaikan. Istilah-istilah seperti: ‘maju’, ‘terbelakang’, ‘berkembang’, atau ‘miskin’ merupakan istilah-istilah untuk menggambarkan kondisi ekonomi masyarakat di sebuah negara. Istilah tersebut sebenarnya merupakan proses dari yang kurang menjadi lebih baik. Seperti miskin menjadi maju, tebelang menjadi berkembang, dengan demikian ada proses perbaikan yang dikatakan Seers (1970) sebagai pembangunan. Konsep pembangunan sebenarnya sukar untuk dipahami, konsep ini tidak hanya dianggap sebagai kondisi kehidupan tetapi juga sebagai tujuan yang diraih, dan juga sebagai kapasitas untuk tumbuh, berubah, dan berkembang. Pembangunan disini diterminologikan sebagai mitos dan panacea bagi segala keterbelakangan.

Untuk menggambarkan pembangunan sebagai tujuan masyarakat atau negara juga sangat sulit. Terdapat dua level dimana pembangunan sebagai tujuan dapat dipertimbangkan. Yang pertama adalah pengurangan tingkat kemiskinan dan yang kedua adalah tujuan pembangunan itu sendiri. Kapasitas pembangunan adalah konseptualisasi ketiga dari pembangunan. Kapasitas ini, di sektor swasta dan publik, terdiri dari metode-metode, sistem-sistem, dan aktifitas-aktifitas yang digunakan melalui kebijakan-kebijakan, proyek-proyek, dan program-program untuk meraih tujuan dari pembangunan itu sendiri. Kapasitas pembangunan melibatkan organisasi-organisasi dan agen-agen baik pemerintah maupun swasta untuk mendukung proses pembangunan.
Batasan pembangunan yang nampaknya bebas dari kaitan tata nilai, didalam realitasnya menimbulkan interpretasi-interpretasi yang seringkali secara diametric bertentangan satu sama lain sehingga mudah menimbulkan kesan bahwa realitas pembangunan pada hakekatnya merupakan self projected reality. (Moeljarto, 1995:3). Rentang Perbedaan membentang mulai dari perbedaan persepsi tentang hakekat nilai pembangunan yang harus dicapai (indikator ekonomi klasik versus indikator neoekonomi), perbedaan persepsi tentang hakekat prose situ sendiri (teori konflik versus teori equilibrium), perbedaan pendapat tentang penahapan dan jalur pembangunan, perbedaan persepsi tentang dimensi hubungan antar bangsa dalam pembangunan, perbedaan pandangan tentang keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidupnya, perbedaan pandangan terhadap pemilikan factor produksi dan perbedaan dalam strategi pembangunan.
Goulet memberikan makna kepada konsep pembangunan secara berbeda. Baginya pembangunan mempunyai tiga komponen utama, (Moeljarto, 1995: 9), yaitu :
a. Kelangsungan hidup (life sustence)
b. Kehormatan (Self esteem)
c. Kebebasan (Freedom)
Segi ekonomi dari pembangunan tercermin dalam konsep “kelangsungan hidup”. Pembangunan harus berusaha memenuhi kebutuhan sebanyak mungkin orang untuk kelangsungan hidup, seperti pangan, perumahan, kesehatan dan perlindungan. Semua ini merupakan prasyarat bagi tercapainya kualitas hidup yang layak. Pemenuhan atas segala kebutuhan tersebut tidak demi akumulasi kekayaan dan materi, tetapi agar kita dapat hidup layak sebagai manusia, agar kita dapat mencapai nilai pembangunan yang lain, yakni rasa harga diri atau kehormatan diri. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Mahbub Ul Haq (1972) yang menolak pengkaitan ukuran atau indikator pembangunan pada materi semata, karena hal ini akan selamanya menemptakan negara-negara terbelakang pada posisi inferior.
Komponen ketiga pembangunan versi Goulet adalah kebebasan didalam arti yang fundamental meliputi : kebebasan dari pengasingan terhadap hak hidup material yang layak, kebebasan dari perbudakan oleh manusia atas manusia, kebebasan darri ketidakacuhan, kebebasan dari kesengsaraan dan kemelaratan. Dengan kata lain kualitas kebebasan ini akan menyangkut perluasan kesempatan bagi masyarakat dan anggotanya untuk menentukan pilihan mereka serta menyangkut pula minimalisasi kendala ekstern yang menghalangi usaha mereka untuk mencapai tujuan.
Pandangan lain terhadap pembangunan adalah konsepsi Pembangunan Ala Kemandirian Lokal, pendekatan pembangunan itu seyogyanya memposisikan kemandirian sebagai kata kuncinya . Dalam hal ini kemandirian dimaksud berupa kompetensi dan otonomi setiap entitas pembangunan dalam membangun dirinya sendiri. (Mappadjanti, 2005 : 171). Kemandirian terutama diperlukan untuk menjaga identitas setiap entitas pembangunan, agar diversitas keseluruhan yang merupakan syarat untuk mempertahankan kesinambungan dan keberadaan semesta dapat dijaga.
Konsepsi pembangunan ala kemanidirian lokal merekomendasikan agar pembangunan dilaksanakan dengan memanfaatkan ketersediaan sumber daya lokal dengan mengacu pada karakteristik spesifik yang dimiliki. Pembangunan seyogyanya diarahkan untuk meningkatkan kualitas tatanan yang indikator utamanya adalah terjaganya keadilan berpartisipasi bagi semua komponen tatanan serta meningkatnya kapasitas swatata tatanan.
2. Peran dan Partisipasi Masyarakat di Dalam Pembangunan

Pembangunan dapat diartikan sebagai interaksi masyarakat dengan sumberdaya-sumberdaya yang tersedia – artinya, pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat akan sumberdaya yang ada. Keterlibatan masyarakat di dalam interaksi ini memiliki aspek-aspek yang saling berhubungan dan tampak saling kontradiktif, dimana aspek-aspek ini harus diakomodasi secara efektif di dalam proses pembangunan. Sangatlah rumit untuk menjelaskan peran masyarakat di dalam pembangunan. Pertama-tama, yang menjadi target dari pembangunan adalah masyarakat, kesejahteraan merekalah yang menjadi target pembangunan. Kekuatan politik dan sistem negara memiliki kekuatan dari pembangunan sistematik, tetapi kekuatan tersebut secara legitimasi digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan populasi secara keseluruhan. Peningkatan kesejahteraan memang ada yang menguntungkan dan merugikan sebagian pihak. Hal ini merupakan sesuatu yang harus dieliminasi oleh negara sehingga kesejahteraan bisa didistribusikan secara berimbang.

Pada saat yang bersamaan, masyarakat juga merupakan salah satu instrumen pembangunan. Artinya masyarakat disini berperan sebagai sumberdaya manusia. Karena masyarakat juga merupakan sumberdaya, maka hal tersebut perlu dimanaje atau dipotensikan menjadi sumberdaya pendukung dan aktor pembangunan. Dalam hal ini, masyarakat merupakan ‘tenaga’ di dalam kategori ekonomi klasik, karena masyarakat merupakan faktor utama dari pembangunan ekonomi, tentu saja hal ini bersamaan dengan keberadaan ‘modal’. Skill atau potensi masyarakat sangatlah penting untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya fisik secara efisien dan efektif untuk mengimplementasikan kebijakan dan program-program pembangunan.

Di sisi lain, jumlah dan kondisi populasi masyarakat bisa menjadi masalah ataupun juga bisa menjadi potensi. Seperti contoh, populasi yang terlalu banyak akan menjadi sebuah beban didalam pengimplementasian pembangunan. Dengan demikian kebijakan dan program-program yang menanggulangi populasi juga merupakan bagian dari pembangunan. Berbagai usaha pun dilakukan oleh pemerintah, seperti contohnya adanya program keluarga berencana di Indonesia dan di Cina, begitu pula adanya usaha-usaha untuk mempertahankan jumlah populasi seperti yang dilakukan pemerintah Singapura untuk mencegah zero population growth.
Pembangunan yang dulunya merupakan rangkaian program yang disusun secara komprehensif untuk mencapai sasaran yang terdefinisi dengan jelas, telah bergeser menjadi upaya-upaya untuk mempersiapkan tatanan menghadapi perubahan lingkungan yang semakin dinamis demi untuk mempertahankan keberlangsungan keberadaannya.Dengan demikian setidaknya ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan :
Pertama, Naluri setiap mahluk hidup adalah mempertahankan keberlangsungan keberadaannya.
Kedua, Puncak kebahagian bagi manusia adalah berpartisipasi dalam menciptaakan sesuatu. Manusia menemukan kebahagiaan jika mereka memberikan kontribusi dalam pembaharuan.
Ketiga, Proses merupkan esensi semesta dan bersifat terberi. Proses merupakan gelombang probanilitas bersifat netral, bukan ancaman dan bukan peluang, kitalah yang menentukan apakah itu peluang atau ancaman. (Mappadjanti, 2005 :182)
Dalam poin kedua jelas sekali bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi penting. Muller(2006:256) menekankan bahwa segala perkembangan masyarakat dan pembangunan merupakan proses yang hanya bisa berhasil jika dijalankan bukan saja bagi tetapi juga bersama dengan dan oleh masyarakat sendiri, terlebih orang miskin. Masyarakat harus ikut secara aktif menentukan dan upaya dan program bantuan politik dengan demikian menentukan keadaan hidup mereka sendiri, mulai saat pengambilan keputusan dan bukan saja baru pada pelaksanaannya. Maka segala upaya politik dirahkan pada tujuan memberdayakan manusia supaya mereka dapat membantu dirinya sendiri.

Masyarakat dapat dikatakan sebagai populasi untuk mendukung pembangunan, sumber daya manusia harus bisa dimanfaatkan untuk proses pembangunan. Ada peran-peran tambahan yang harus dimainkan oleh masyarakat, karena pembangunan bukanlah hanya permainan pemerintah dengan swasta saja, ada bermacam elemen untuk mengimplementasikannya. Pembangunan harus bersifat menarik, sehingga para aktor dan elemen mau untuk melibatkan dirinya. Ketersediaan sumberdaya dan bahkan penelitian serta teknologi untuk memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya akan tidak berfungsi jika masyarakat tidak memilih cara dan sistem yang tepat. Memang, motivasi utama untuk terlibat didalam pembangunan adalah kesejahteraan materi, kesejahteraan ini bisa diartikan dengan jumlah kekayaan, barang, masa depan yang cerah, dan standar hidup yang baik. Jika motivasi akan kesejahteraan materi kurang, maka motivasi akan proses peningkatan pembangunan pun juga akan kurang. Hal terpenting adalah masyarakat yang peduli akan pembangunan harus mampu memilih pilihan dan kemungkinan untuk menentukan arah pembangunan. Keadilan sosial dan kesejahteraan merupakan salah satu unsur yang penting di dalam pembangunan, keseimbangan antara konsumsi dan investasi harus dikondisikan oleh pemerintah bersama dengan aktor-aktor pembangunan lainnya. Di hampir seluruh negara, target pembangunan adalah masyarakat. Tujuan dari pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, selain itu untuk meningkatkan pilihan ekspresi kesejahteraan di masyarakat. Hanya masyarakat yang menentukan baik sebagai individu maupun sebagai komunitas mengenai pilihan akan di dalam penentuan standar kehidupan. Masyarakat harus dilibatkan di dalam seting tujuan dari program pembangunan dimanapun dan kapanpun. Diluar tujuan umum pembangunan, partisipasi masyarakat harus memperluas efektifitas kebijakan-kebijakan dan metode-metode pembangunan melalui proyek-proyek dan program-program yang dilaksanakan. Banyak dari masalah-masalah kesejahteraan dan keamanan masa depan menjadi sesuatu yang diperdebatkan mengenai laju dan perealisasiannya. Tetapi keputusan-keputusan tergantung pada pilihan masyarakat.

3. Peran Kelembagaan

Runtuhnya menara kembar WTO di New York akibat serangan teroris dianggap banyak kalangan sebagai tonggak kegagalan organisasi pemerintah dalam melaksanakan fungsinya.Walaupun perdebatan masih panjang untuk menentukan siapa yang paling bertanggung jawab, simpulan sementara telah disiapkan : kita perlu format organisasi yang baru, yaitu bentuk organisasi yang mampu menyampaikan informasi secara tepat dan cepat, serta mampu berartikulasi secara cerdas terhadap berbagai masalah yang dihadapi.
Di Indonesia sendiri setelah sekian lama bergulat dengan krisis multidimensi yang tidak kunjung terselesaikan, merupakan bukti lain bahwa format pemerintah kita memang sudah sangat tidak sepandan dengan lingkungan strategisnya yang telah berubah banyak. Ini memperkuat simpulan sementara yang disebutnya bahwa kita membutuhkan organisasi penyelenggaraan pemerintahyang baru. Dengan demikian organisasi akan dilihat sebagai suatu tatanan dan menjaga atau bahkan meningkatkan kualitas kemandirian dari semua komponen. Ini berarti selain melaksanakan misinya, organisasi seyogyanya menjadi pendorong dan fasilitator upaya-upaya para anggotanya untuk meningkatkan kualitas kemandirian mereka dalam mengartikulasi kepentingan masing-masing.
Kelembagaan merupakan bentuk dimana orang-orang mengorganisir permasalahan-permasalahan mereka di dalam hubungan antar mereka satu sama lain. Lembaga merupakan sistem dari tindakan. Sistem tindakan merupakan sesuatu yang mencakup struktur dan mekanisme yang menyediakan kapasitas dan dukungan untuk tindakan itu sendiri didalam bentuk agen-agen/institusi atau organisasi. Sistem tindakan juga meliputi proses dan memiliki instrumen yang memiliki peran tertentu yang terkategorisasi atas fungsi yang didukung dan dikendalikan.
Lembaga sebagai sistem tindakan memiliki kualitas tertentu yang diperlukan. Pertama-tama, institusi dan sistem harus memiliki kapabilitas untuk menghasilkan dan mendistribusikan produk, institusi harus bersifat efektif di dalam mewujudkan tujuannya. Lembaga harus mewakili keinginan masyarakat sebagai target yang harus dilayani. Lembaga harus memiliki nilai dan arti bagi masyarakat. Lembaga harus mampu bertahan karena hal ini didukung dengan kebutuhan akan finansial, personil, dan kapasitas politik, karena ini memiliki kapabilitas untuk beradaptasi dengan situasi dan kondisi. Jika institusi tidak memiliki respeksi terhadap hal-hal ini maka bisa dikatakan lembaga tidak akan didukung oleh penerimaan masyarakat.
Lembaga social/kemasyarakatan menurut Koentjaraningrat adalah suatu system tata kelahuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan yang kompleks dan khusus dalam kehidupan masyarakat., sedangkan Mav Ivers dan Charles H. Page memberikan pengertian lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatn yang dinamakan asosiasi.(Harwantiyoko, 1995:54)
Lembaga kemasyarakatan memiliki beberapa fungsi, yaitu : a) memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan., b) menjaga keutuhan masyarakat, c) memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan system pengendalian social. (Harwantiyoko, 1995:55). Dengan melihat fungsi pada lembaga sosial, jika dikaitkan dengan perannya dalam pembangunan, maka sebenarnya pembangunan ataupun program-program pembangunan ditujukan untuk memecahkan masalah masyarakat, maka kelembagaan berfungsi memberikan pedoman pada masyarakat untuk memecahkan permasalahan mereka. Seringkali pembangunan menyebabkan kesenjangan social, maka kelembagaan harus dapat menjaga keutuhan masyarakat supaya tidak terjadi kesenjangan social sebagai akibat pembangunan. Dalam fungsinya sebagai pengendalian social, maka lembaga social harus berperan sebagai pengawas yang obyektif terhadap pelaksanaan pembangunan.

Institusionalisasi adalah proses dimana sistem tindakan membutuhkan kapabilitas dan kompetensi, penerimaan publik, sumberdaya, dan stabilitas dari standar kinerja. Tetapi sayang, istilah stabilitas sistem kelembagaan sering diartikan sebagai ‘rutinitas’. Permasalahan utama adalah untuk menemukan cara untuk menciptakan institusi yang efektif dengan berorientasi pada publik dan penerimaan publik itu sendiri. Muncul dan berkembangnya institusi memiliki cara yang berbeda-beda, institusi yang tradisional muncul dengan proses yang lambat, sedangkan revolusi dapat berfungsi sebagai perubah institusi secara instan. Cara penciptaan dan pengembangan institusi yang baru adalah dengan rencana dan kalkulasi, praktisnya, dengan mengkalkulasi program untuk memproduksi kapasitas dan kapabilitas lembaga serta efektifitas dari sistem yang relevan untuk mengimplementasikan bagian-bagian yang terancang dari program pembangunan. Hal ini dikenal dengan ‘institutional building’. Hal ini mencakup fungsi, modal, sumberdaya manusia, sistem dan lain-lain. Lembaga yang kompeten harus memiliki sumberdaya manusia yang kompeten juga, kompetensi staff bisa diwakili oleh kualifikasi khusus untuk menduduki dan melaksanakan tugas dan fungsinya. Ketersediaan dan pemanfaatan penuh dari staff yang kompeten dan memiliki motivasi merupakan faktor krusial dari keberhasilan pembentukan institusi, hal ini juga merupakan poin utama yang harus diperhatikan didalam institusional building. Hal yang tidak kalah penting di dalam institusi adalah kepemimpinan dan sistem direksi yang ada pada institusi tersebut. Kualitas adminstrasi dari kepemimpinan ini harus memasukan unsur kompetensi yang baik di dalam administrasi. Pemimpin institusi harus memiliki kriteria kekuatan kontrol yang efektif, rasa konfidensi, dan respek dari para staff. Untuk mendapatkan administrator yang memiliki kriteria tersebut memang tidaklah mudah.
Komponen-komponen kelembagaan juga termasuk didalamnya definisi yang jelas dari tujuan yang dimiliki, kebijakan, aktifitas program, dan metode yang digunakan. Komponen-komponen ini harus terintegrasi di semua ruang institusi, sehingga seluruh unsur organisasi memiliki satu jalan untuk mencapai tujuan. Lembaga-lembaga, institusi-institusi, dan sistem yang ada didalamnya memiliki hubungan esensial yang saling melengkapi satu sama lain. Lembaga atau institusi bertanggungjawab untuk menyediakan produk atau pelayanan yang menjadi sesuatu yang dibutuhkan baik oleh publik atau oleh institusi-institusi lainnya. Hal ini bisa disimpulkan, bahwa seluruh institusi yang ada harus saling mendukung dan saling melengkapi sehingga tujuan bersama yang terintegrasi bisa tercapai. Program-program yang dijalankan oleh satu institusi harus bisa didukung oleh program-program yang juga dijalankan oleh institusi-institusi lainnya. Keberhasilan institusi tergantung pada lingkungan yang mendukung dan juga pada hubungan efektif antar institusi yang saling mendukung dan melengkapi demi tercapainya keuntungan bersama
4. Pusat Perhatian dan Fungsi Adminitrasi Pembangunan.

Administrasi publik tradisional tidak diharapkan untuk menjadi responsif terhadap keinginan masyarakat. Sistem administrasi tradisional ini didirikan untuk melakukan fungsi-fungsi yang lain. Fungsi-fungsi yang lain ini mencakup perawatan kestabilan hukum dan peraturan untuk menjaga stabilitas komunitas. Administrasi tradisional juga sudah memiliki fungsi untuk melayani publik, tetapi dalam bentuk yang sederhana seperti contohnya penyediaan jalan dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
Administrasi tradisional biasanya tersentralisasi di pusat dan difokuskan di ibu kota, sehingga otoritas atau kewenangan tidak terdistribusi dengan baik, selain itu sistem administrasinya tidak didukung oleh staf khusus yang ahli untuk melakukan program-program pembangunan, selain itu prosedur-prosedur yang ada lebih bersifat stagnan dan penuh rutinitas. Sistem pendukung dari birokrasi tradisional ini adalah sistem keuangan dan personil. Budget pada administrasi tradisional lebih cenderung terbatas dan statis di dalam masalah pengeluaran dan investasi. Personal administrasi tradisional hanyalah instrumen kekuasaan untuk menjaga status quo.
Di negara-negara sedang berkembang peran tradisional dari administrator negara adalah memelihara hukum, tatanan dan mengumpulkan pajak secara teratur, di negara-negara barat fungsi tersebut dilaksanakan oleh dinas polisi dan dinas pendapatan. Sedangkan administrator yang lain dikhususkan utnuk memperhatikan informasi, kesejahteraan dan segi pelayanan masyarakat. (Riggs, 1996 : 26). Peran administrator telah berkembang dengan sangat menakjubkan di negara-negara terbelakang. Dimana sebagian besar waktu mereka digunakan untuk menyesuaikan perencanaan nasional terhadap kondisi local atau regional mengaitkannya dengan peluang-peluang yang ada serta melaksanakan rencana pembangunan dan program-program yang ada dibawah kewenangannya.
Istilah administrasi pembangunan mulai muncul pada tahun 1955 – 1956. Hal ini sepertinya cara sederhana untuk membedakan fokus administrasi modern dengan administrasi tradisional. Jika kita bandingkan, administrasi modern lebih memfokuskan pada support dan manajemen pembangunan dan administrasi tradisional lebih menekankan pada hukum, peraturan dan stabilitas. Istilah dan konsep adminstrasi pembangunan sekarang dapat kita temukan pada program dan kebijakan yang dijalankan oleh institusi-institusi seperti contohnya institusi Administrasi Pembangunan di Thailand dan Unit Administrasi Pembangunan di Malaysia, PBB pun telah membentuk pusat training dan penelitian administrasi pembangunan di wilayah-wilayah regional termasuk di Asia yang bernama Pusat Administrasi Pembangunan Asia dan Pasifik, dan masih banyak contoh-contoh lainnya. Selain itu banyak dari lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang mengadakan pelatihan dan kegiatan akademis mengenai administrasi pembangunan. ‘Administrasi Pembangunan’ adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan institusi-instiusi kompleks, manajemen sistem, dan proses dan usaha pemerintah untuk meraih tujuan-tujuan pembangunan. Intinya, administrasi pembangunan merupakan administrasi kebijakan-kebijakan, program-program, dan proyek-proyek untuk meraih tujuan-tujuan pembangunan.
Administrasi pembangunan dicirikan oleh tujuan-tujuannya, loyalitas, dan pola perilakunya. Tujuan dari administrasi pembangunan adalah untuk menstimulasi dan memfasilitasi program-program tertentu untuk kemajuan sosial dan ekonomi. Tujuan-tujuan tersebut mencakup tujuan perubahan dan inovasi demi kemajuan, hal ini sangat berbeda dengan administrasi tradisional yang hanya menyoroti pemeliharaan status quo. Loyalitas birokrasi di dalam administrasi pembangunan harus diorientasikan kepada kesejahteraan publik, dan bukan pada kepentingan kelembagaan. Pola perilaku administrasi pembangunan lebih bersifat positif dan persuasif. Administrasi pembangunan mendorong inovasi dan perubahan untuk meraih tujuan-tujuan pembangunan, hal ini bertentangan dengan administrasi tradisional yang lebih cenderung statik. Pendeknya, pola perilaku administrasi pembangunan cenderung lebih mencakup keseluruh aspek kehidupan masyarakat dibanding administrasi tradisional.
Administrasi pembangunan memang agak berbeda dengan aspek-aspek administrasi publik. Pemeliharaan hukum dan aturan merupakan fungsi utama dari pemerintah dan hal ini memang menjadi basis pembangunan, walaupun hal ini tidak mencakup istilah dari administrasi pembangunan. Hal yang sama juga pada pemberian pelayanan penyediaan jalan dan fasilitas-fasilitas publik lainnya, hal ini merupakan tanggungjawab pemerintah secara tradisional. Bagaimanapun, efektifitas komprehensifitas dari pelayanan diatas merupakan unsur pendukung dan penguat lingkungan untuk penyelenggaraan pembangunan.
Pembedaan harus dilakukan antara administrasi pembangunan dan sistem administrasi yang lain seperti contohnya administrasi kepolisian, militer, dan hukum. Setiap sistem yang lain ini memiliki persyaratan, pola perilaku, dan metode yang unik. Setiap sistem memiliki dampak terhadap administrasi pembangunan, dan dengan demikian, administrasi pembangunan dan pemerintahan sebagai sebuah kesatuan harus peduli dan serius di dalam mengakomodasi konsekuensi-konsekuensi dari dampak hubungan-hubungan dari seluruh sistem yang ada. Intinya, semua sistem yang ada saling berhubungan dan membentuk pola perilaku-perilaku yang memiliki dampak dan pengaruh terhadap proses pembangunan. Semua sistem dapat memberikan dampaknya terhadap aspek pendidikan, kesehatan, keamanan sosial, dan program-program publik lainnya, sehingga hal ini juga berdampak terhadap proses pembangunan secara keseluruhan.

Metode-metode administrasi di dalam sistem-sistem yang ada sangatlah bervariasi, hal ini karena adanya perbedaan tujuan dari beberapa sistem. Contohnya, aspek hukum dan peraturan dengan aspek pajak akan saling terkait satu sama lain. Salah satu kajian utama dari administrasi publik adalah efisiensi, efisiensi adalah kemampuan meraih hasil dengan mengeluarkan usaha dan biaya yang hemat. Aspek-aspek administrasi dapat disebut dengan istilah administrasi internal dan hal ini berbeda dengan metodologi utama administrasi pembangunan yang bisa dikenal dengan ‘eksternal administrasi’. Administrasi internal adalah lebih mengacu pada manajemen organisasi, hal ini melibatkan sistem dan proses serta metode yang membutuhkan sumberdaya dan personal untuk menjalankan fungsnya.
Sedangkan administrasi eksternal lebih mengacu kepada aktifitas dan proses administrasi yang dibutuhkan untuk mendirikan dan mengaktifkan hubungan dengan agen-agen atau kelompok-kelompok diluar administrasi. Hubungan ini dibutuhkan untuk mengimplementasikan kebijakan atau program, karena implementasi tersebut akan tidak mungkin dilakukan tanpa partisipasi dan kontribusi dari entitas eksternal. Administrasi eksternal melibatkan pola-pola kolaborasi interagensi yang membutuhkan koordinasi dan supervisi. Bentuk dari kolaborasi interagensi sangatlah bervariasi, dari hubungan yang tidak formal seperti contohnya meeting, konfrensi, dan pertukaran informasi, sampai ke hubungan yang formal seperti contohnya kerjasama yang sistematis. Pola partisipasi dengan komponen atau institusi-institusi luar ini harus saling terintegrasi secara vertikal maupun horizontal. Fungsi dari administrasi pembangunan adalah untuk memastikan atau menjamin eksistensi dan penciptaan lingkungan yang cocok dan mendukung untuk proses arus modal, material, dan pelayanan, yang dimana unsur-unsur ini dibutuhkan di dalam proses produktif baik bagi pemerintah, bagi pihak swasta, masyarakat, ataupun bagi ekonomi campuran.

5. Aplikasi Administrasi Pembangunan

Penerapan administrasi Pembangunan tidak lepas dari peran seorang administrator. Perkembangan administrasi yang menakjubkan ini membawa pengaruh pada peran yang diemban. Orang-orang desa merasa bahwa kegiatan-kegiatan pemerintah sangat berbeda dari cara-cara yang dirasakan. Mereka tidak percaya bahwa program-program pembangunan yang ada dalam rangka meningkatkan taraf hidup mereka, justru sebaliknya kegiatan tersebut justru ditafsirkan sebagi tindakan pejabat untuk kepentingan diri sendiri. Menurut Anand Sarup masalah pembangunan dikalangan bangsa barat bukanlah menyangkut pengalihan teknologi dan metode organisasi, melainkan bagaimana menyesuaikan mereka dengan kebudayaan yang khas para pemilik, menjelaskan bagaimana mereka mempengaruhi dan dipengaruhi, motif-motif lembaga serta pandangan realistis yang dianut oleh rakyat yang menganut teknologi baru dan organisasi-organisasi tersebut. (Riggs, 1996 : 29)
Maka dalam aplikasinya administrasi pembangunan tidak sekedar hanya dilakukan oleh pemerintahan sipil, pejabat eksekutif tetapi juga dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Manifestasi administrasi pembangunan yang memiliki tujuan, loyalitas, dan pola perilaku yang unik ditemukan di dalam agen-agen dan sistem manajemen modern. Agen-agen ini mencakup perencanan untuk memfasilitasi keputusan mengenai kebijakan pembangunan dan pengalokasian sumberdaya-sumberdaya untuk mengaplikasikan kebijakan-kebijakan tersebut. Aspek penting dari kompetensi agen-agen ini adalah kemampuan mereka untuk menentukan manajemen dan juga kemungkinan-kemungkinan finansial dan ekonomi atas proyek-proyek pembangunan. Esensi dari administrasi pembangunan adalah adalah sorotannya terhadap “bagaimana” dan “apa” perencanaan pembangunan dan program-program yang menjadi implementornya. Agen-agen yang baru seringkali dibutuhkan untuk pembangunan. Perusahaan-perusahaan pemerintah dan juga sistem manajemen perusahaan-perusahaan swasta dapat dijadikan pertimbangan. Di lapangan, organisasi-organisasi yang bekerjasama, program-program pembangunan komunitas, dan sejumlah organisasi-organisasi petani merupakan bukti persyaratan bagi agen-agen baru untuk mendukung pembangunan.

Ekspresi utama dari administrasi pembangunan adalah desentralisasi. Sistem manajemen yang baru harus memungkinkan sistem desentralisasi, dengan demikian perlu sistem budget, sistem perencanaan, dan sistem koordinasi yang baru untuk mewujudkan desentralisasi ini. Administrasi pembangunan bukan hanya sebagai administrasi pembangunan tetapi juga pembangunan administrasi. Administrasi pembangunan mencakup inovasi-inovasi yang memperkuat kapasitas birokrasi untuk menstimulasi dan memfasilitasi pembangunan. Untuk tujuan ini, administrasi pembangunan membutuhkan institusi-intstitusi pendukung, terutama di dalam bentuk training, penelitian, dan agen-agen konsultan, dan juga harapan publik akan performa dan perilaku administrasi yang baik.

Reorientasi dan penguatan tiap-tiap departemen atau kementrian untuk mengakomodasi dimensi pembangunan bisa dilakukan melalui tahap awal terlebih dahulu yaitu struktur yang cocok dengan fungsi kementrian itu sendiri, reorganisasi ini harus benar-benar disesuaikan dengan pembagian kerja dan fungsi yang tepat. Selain itu, organisasi harus diisi dengan kompentensi perencaan yang baik, staff yang terlatih, personel yang memiliki keahlian khusus, skill manajemen, dan koordinasi yang efektif.

Adanya perencanaan yang kompeten di departemen-departemen merupakan faktor kunci di dalam reorientasi dan penguatan nation-building. Dengan tugas pembangunan, departemen dan kementrian-kementrian pusat dituntut untuk mencakup pembangunan secara luas sesuai dengan bidangnya melalui program-program nasional. Semua program yang dijalankan harus terintegrasi secara nasional dan sektoral. Departemen-departemen tradisional tidak memiliki kapasitas analisis staff untuk menyeting dan mengoperasikan sistem pendukung program di seluruh daerah. Analisis staff melibatkan aplikasi kemampuan saintifik dan objektif terhadap data dan masalah-masalah yang ada. Beban dan kompleksitas pembangunan bagaimanapun juga membutuhkan staff dan ahli khusus untuk menangani permasalahan-permasalahan khusus. Pelayanan staff profesional termasuk didalamnya personal, budget, dan penelitian manajemen dan operasi, dan juga analisis perencanaan.

Departemen-departemen membutuhkan personel yang terlatih di dalam pelaksanaan program-program di lapangan. Aplikasi teknologi untuk pembangunan tergantung pada kapabilitas departemen tersebut untuk memberikan dukungan yang hanya bisa disediakan oleh para ahli. Hal ini berarti adanya proses melibatkan para ahli kedalam pelayanan publik, dedikasi para ahli ini terhadap aplikasi skill profesionalisme mereka terhadap pelayanan publik merupakan cara yang efektif untuk mewujudkan administrasi pembangunan. Departemen-departemen yang ada di pemerintahan harus memiliki kemampuan manajemen dan kapasitas untuk menyusun pembentukan operasi kompeten melui agen-agen pemerintah dan swasta untuk mendukung program pembangunan.

Sebagai contoh: peningkatan konsekuensi dari produksi padi bisanya melibatkan pengenalan jenis bibit yang baru yang dimana bibit tersebut harus didukung dengan pupuk tertentu yang cukup dan baik, air, insektisida, herbisida, dan pendukung-pendukung lainnya. Pengenalan bibit ini tergantung kepada sistem pendukung yang ada, seperti perusahaan-perusahaan produsen pupuk dan obat, harga pasaran, dan lain-lain. Pemerintah harus bisa mengkondisikan semua faktor pendukung sehingga adanya keuntungan yang optimal baik bagi petani, pengusaha, maupun masyarakat. Departemen-departemen harus diperlengkapi di dalam kapasitas mereka untuk mengaplikasikan perencanaan-perencanaan, program-program, dan proyek-proyek untuk pembangunan. Kapasitas ini tergantung pada fungsi dan kualitas agen-agen yang kompeten dan mekanisme yang ada di lapangan. Pada administrasi tradisional, birokrasi di lapangan hanya berfungsi sebagai penjaga keamanan dan pemungut pajak. Tetapi pada administrasi modern, pemerintah harus bisa mengkoordinasikan semua elemen yang ada untuk merealisasikan program-program dan kebijakan-kebijakan.

Dengan demikian, administrasi pembangunan melibatkan pembentukan agensi-agensi baru dan reorientasi agensi-agensi yang sudah ada dengan tujuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang multi dari pembangunan ekonomi dan sosial. Lembaga-lembaga yang terlibat di dalam proses pembangunan tidak hanya terbatas pada lembaga-lembaga pemerintahan, tetapi juga lembaga-lembaga swasta dan masyarakat.

III. KESIMPULAN
a. Istilah “administrasi pembangunan” mulai muncul pada tahun 1950-an untuk menggambarkan aspek-aspek pembangunan di dalam administrasi publik, yang dimana membahas tentang kebijakan-kebijakan, proyek-proyek, dan program-program untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi.
b. Menurut Riggs(1996) ada 2 titik pembahasan dalam Administrasi Pembangunan, yang pertama berkaitan dengan pertanyaan apa yang menyebabkan administrasi negara tidak memadai di negara-negara berkembang. Kedua berkaitan dengan pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan untuk menjadikan pemerintah di negara-negara tersebut dapat memberikan sumbangan terhadap proses pertumbuhan ekonomi dan modernisasi.
c. Pembangunan sering dirumuskan sebagai proses perubahan yang terencana dari suatu situasi nasional yang satu ke satu situasi nasional yang lain yang dinilai lebih tinggi (Katz,1971 dalam Moeljarto) dengan kata lain pembangunan menyangkut proses perbaikan.
d. Batasan pembangunan yang nampaknya bebas dari kaitan tata nilai, didalam realitasnya menimbulkan interpretasi-interpretasi yang seringkali secara diametric bertentangan satu sama lain sehingga mudah menimbulkan kesan bahwa realitas pembangunan pada hakekatnya merupakan self projected reality. (Moeljarto, 1995:3).
e. Konsepsi Pembangunan Ala Kemandirian Lokal, pendekatan pembangunan itu seyogyanya memposisikan kemandirian sebagai kata kuncinya . Dalam hal ini kemandirian dimaksud berupa kompetensi dan otonomi setiap entitas pembangunan dalam membangun dirinya sendiri. (Mappadjanti, 2005 : 171). Kemandirian terutama diperlukan untuk menjaga identitas setiap entitas pembangunan, agar diversitas keseluruhan yang merupakan syarat untuk mempertahankan kesinambungan dan keberadaan semesta dapat dijaga.
f. Masyarakat merupakan salah satu instrumen pembangunan. Artinya masyarakat disini berperan sebagai sumberdaya manusia. Karena masyarakat juga merupakan sumberdaya, maka hal tersebut perlu dimanaje atau dipotensikan menjadi sumberdaya pendukung dan aktor pembangunan.
g. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi penting. Muller(2006:256) menekankan bahwa segala perkembangan masyarakat dan pembangunan merupakan proses yang hanya bisa berhasil jika dijalankan bukan saja bagi tetapi juga bersama dengan dan oleh masyarakat sendiri, terlebih orang miskin.
h. Kelembagaan merupakan bentuk dimana orang-orang mengorganisir permasalahan-permasalahan mereka di dalam hubungan antar mereka satu sama lain. Lembaga merupakan sistem dari tindakan. Sistem tindakan merupakan sesuatu yang mencakup struktur dan mekanisme yang menyediakan kapasitas dan dukungan untuk tindakan itu sendiri didalam bentuk agen-agen/institusi atau organisasi.
i. Di negara-negara sedang berkembang peran tradisional dari administrator negara adalah memelihara hukum, tatanan dan mengumpulkan pajak secara teratur, di negara-negara barat fungsi tersebut dilaksanakan oleh dinas polisi dan dinas pendapatan. Sedangkan administrator yang lain dikhususkan utnuk memperhatikan informasi, kesejahteraan dan segi pelayanan masyarakat. (Riggs, 1996 : 26).
j. Peran administrator telah berkembang dengan sangat menakjubkan di negara-negara terbelakang. Dimana sebagian besar waktu mereka digunakan untuk menyesuaikan perencanaan nasional terhadap kondisi local atau regional mengaitkannya dengan peluang-peluang yang ada serta melaksanakan rencana pembangunan dan program-program yang ada dibawah kewenangannya.
k. Anand Sarup(1996) : masalah pembangunan dikalangan bangsa barat bukanlah menyangkut pengalihan teknologi dan metode organisasi, melainkan bagaimana menyesuaikan mereka dengan kebudayaan yang khas para pemilik, menjelaskan bagaimana mereka mempengaruhi dan dipengaruhi, motif-motif lembaga serta pandangan realistis yang dianut oleh rakyat yang menganut teknologi baru dan organisasi-organisasi tersebut. (Riggs, 1996 : 29)
l. Manifestasi administrasi pembangunan yang memiliki tujuan, loyalitas, dan pola perilaku yang unik ditemukan di dalam agen-agen dan sistem manajemen modern. Agen-agen ini mencakup perencanan untuk memfasilitasi keputusan mengenai kebijakan pembangunan dan pengalokasian sumberdaya-sumberdaya untuk mengaplikasikan kebijakan-kebijakan tersebut. Aspek penting dari kompetensi agen-agen ini adalah kemampuan mereka untuk menentukan manajemen dan juga kemungkinan-kemungkinan finansial dan ekonomi atas proyek-proyek pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA


Amien, A Mappadjantji, 2005, Kemandirian Lokal , Konsepsi Pembangunan Organisasi dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Harwantiyoko, Neltje F. Katuuk, 1995, Pengantar Sosiologi dan Ilmu Sosial Dasar, Gunadarma, Jakarta
Moeljarto, Prof.Dr,MPA, 1995, Politik Pembangunan ; Sebuah Analisis Konsep, arah dan Strategi, Tiara Wacana, Yogyakarta
Muller, Johannes, 2006, Perkembangan Masyarakat Lintas Ilmu, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Riggs, Fred W, 1996, Administrasi Pembangunan Sistem Administrasi dan Birokrasi, PT. Rajagrafindo, Jakarta

Sabtu, 03 Oktober 2009

Implementasi e-Government di Romania. E-service dan e-demokrasi di 165 kota.

Virgil Stoica dan Andrei Ilas
Alexandru Ioan Cuza University of Iasi, Romania
virgilstoica@gmail.com
andan_i@yahoo.com
Electronic Journal of e-Government Volume 7 Issue 2 2009 (pp171 - 182)

Abstrak: Terdapat beberapa ketidaksepahaman diantara para ahli mengenai doktrin bahwa kita hidup di dalam masyarakat yang mengalami perubahan secara drastis. Pada masa kini, teknologi informasi menjadi lebih mudah diakses, kompleks dan aman, dan teknologi informasi pun merubah tradisi masyarakat menjadi lebih modern. Di beberapa negara-negara yang menganut demokrasi, e-government menggambarkan sebuah jawaban atas keinginan pemerintah untuk mengurangi biaya proses pengambilan keputusan. Tetapi bagaimanapun juga, sistem administrasi yang baru ini tidak hanya membutuhkan inovasi, tetapi juga membutuhkan masyarakat yang lebih cerdas (e-literacy) untuk menjadi pemakainya. Penelitian-penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini menunjukan bahwa e-government telah mengembangkan lima tahap, tiap-tiap tahap mencerminkan derajat kecanggihan teknis dan derajat interaksi dengan para pengguna: penyebaran informasi secara sederhana (komunikasi satu arah), komunikasi dua arah, pelayanan dan transaksi keuangan, integrasi (baik horizontal maupun vertikal), dan partisipasi politik. Berawal dari model ini, penelitian mengevaluasi tahap dari pelaksanaan e-government di perkotaan di Romania, penelitian ini juga mencoba mengidentifikasi variabel-variabel yang memiliki pengaruh. Semua lokasi penelitian, yaitu 165 kota, dianalisa melalui perspektif pemerintahan digital (pelayanan publik melalui internet) dan demokrasi digital (partisipasi masyarakat terhadap proses tata kelola pemerintahan melalui internet). Disamping fakta bahwa literatur dan referensi pustaka tentang e-government masih sangat sedikit dan sedang mengalami perkembangan, tetapi juga jumlah penelitian mengenai hal ini masih belum banyak. Proses evaluasi pelaksanaan e-government di tingkat lokal di Romania merupakan salah satu agenda utama nasional. Pada akhirnya, penelitian-penelitian di masa mendatang pada variabel-variabel yang mempengaruhi performa e-government di Romania pun akan dijelaskan.
Kata Kunci: e-government Romania, e-service, demokrasi digital, teknologi informasi

1. Pendahuluan

Selama beberapa tahun terakhir, e-government telah menjadi sesuatu yang banyak diperbincangkan di masyarakat kita. Tetapi bagaimanapun, perdebatan akademis mengenai masalah ini tidak memberikan solusi terbaik untuk pelaksanaannya. Terdapat berbagai negara-negara penganut demokrasi yang dimana mereka memiliki instrumen e-government yang bisa diakses oleh masyarakatnya walaupun hanya berada pada level tahap awal. Tujuan dari penelitian kami adalah untuk meneliti dan menjelaskan tingkat pelaksanaan e-government di Romania. Terdapat 165 kota (locus penelitian) telah dianalisa dengan menggunakan lima kriteria evaluasi: yaitu keamanan dan perlindungan data pribadi, kegunaan, isi, pelayanan-pelayanan yang tersedia, dan partisipasi masyarakat. Data yang dikumpulkan pun dijelaskan dan diinterpretasi kedalam konteks standar Romania dan standar internasional. Kami juga akan membuat usulan-usulan dan memberikan stimulasi bagi penelitian-penelitian mendatang mengenai variabel bebas yang memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan e-government di Romania dan teori-teori yang bisa diuji.

2. e-Government: Pendekatan teoritis

Teknologi informasi merupakan satu faktor yang menimbulkan perubahan, teknologi informasi juga menjadi elemen inti dari reformasi manajerial baik di dalam organisasi swasta maupun di dalam organisasi pemerintahan. E-government juga meruapkan dimensi penting di dunia informasi dan pengetahuan yang dipengaruhi oleh globalisasi dan proses lokalisasi. Penggunaan teknologi informasi telah membuka kemungkinan peningkatan kualitas pelayanan publik dan menstimulasi perubahan politik (Norris 1999) terutama di dalam perfoma manjerialnya (Brown 1999), e-government juga dipercaya sebagai alat untuk meminimalisir kekakuan birokrasi (Moon dan Bretschneider 2002).

E-government merupakan salah satu konsep terbaru di dalam administrasi publik, e-government mulai muncul pada akhir tahun 1990-an. Pada kasus ini, para pihak analis dan mereka-mereka yang bekerja di bidang pelayanan publik tidak memiliki keseragaman pendapat mengenai definisi dan konsep e-government (Moon 2002). Latu sensu, e-government termasuk didalamnya penggunaan semua teknologi pendukung informasi dan komunikasi, dari mulai faks sampai handphone, teknologi-teknologi ini berfungsi untuk memfasilitasi administrasi pemerintahan harian. Bagaimanapun juga, ketika para pihak swasta mengembangkan e-commerce, konsep e-government pun berubah menjadi lebih sempit yaitu lebih menekankan pada penggunaan internet di dalam pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan. Dengan penggunaan internet ini, e-government bisa meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi pemerintahan, untuk mendapatkan pelayanan, selain itu e-government dapat memuaskan kebutuhan masyarakat dan dapat memfasilitasi partisipasi masyarakat di dalam proses pemerintahan (ONU dan ASPA 2001). Dengan demikian, e-government berarti, stricto sensu, menyediakan pelayanan publik melalui teknologi informasi. Menurut Sprecher (2000), e-government merupakan penggunaan tekonologi informasi yang bertujuan untuk menyederhanakan dan meningkatkan hubungan antara pemerintah dengan aktor-aktor lainnya seperti contohnya dengan masyarakat, perusahaan swasta, dan instansi-instansi pemerintahan lainnya.

Penelitian-penelitian mengenai e-government pun dilakukan sampai sekaraang, hampir dari seluruh penelitian-penelitian ini pada umumnya memiliki kesamaan pendapat di dalam menentukan lima tahap pembangunan e-governmnet, kelima tahap ini pada umumnya mengacu kepada derajat kemampuan teknis dan derajat interaksi dengan para pengguna: penyebaran informasi (komunikasi satu arah), komunikasi dua arah, transaksi ekonomi dan penyediaan pelayanan, integrasi (horizontal dan vertical), dan partisipasi politik (Moon 2002). Tahap pertama adalah bentuk sederhana dari e-government, yaitu penyediaan informasi data kepada masyarakat melalui website. Tahap kedua adalah adanya komunikasi interaktif antara pemerintah dengan masyarakatnya, tahap kedua ini bisa menggunakan sistem transfer informasi melalui e-mail. Pada tahap ketiga, situs-situs pemerintah menyediakan pelayanan publik dan transaksi finansial (Hiller dan Belanger 2001). Tipe e-government ini dapat direalisasikan dengan penyediaan database dan akses online yang memadai. Tahap berikutnya adalah untuk mengintegrasikan secara vertical (integrasi antar-pemerintah) dan secara horizontal (di dalam satu instansi pemerintahan) semua pelayanan pemerintah. Bagaimanapun, tahap keempat ini membutuhkan waktu dan sumber daya untuk mengkonvergenkan sistem online dan pelayanan-pelayanan tertentu yang disediakan oleh tiap-tiap administrasi/instansi (Hiller dan Belanger 2001). Tahap terakhir adalah meningkatkan partisipasi politik melalui internet, penggunaan internet ini bisa berupa pemilihan secara online, forum internet, polling pendapat, atau interaksi-interaksi lainnya.

Konsep ini merupakan instrumen percobaan untuk memahami evolusi e-government. Praktek-praktek nyata menunjukan bahwa sangatlah mungkin bahwa proses evolusi ini bisa tidak dianggap sebagai sesuatu yang baik. Hal iniliah yang menjadi masalah yang harus dihadapi oleh para peneliti, terutama untuk penerapan e-government di pemerintahan local. Institute E-governance melakukan penelitian pada tahun 2003 dan 2005. Pada kedua kasuspenelitian, 100 kota telah melaksanakan e-government. Terdapat penelitian-penelitian mengenai e-government (penyediaan pelayanan publik) dan e-demokrasi (partisipasi masyarakat di dalam tata kelola pemerintahan). Secara nyata, analisis yang dilakukan terfokus kepada faktor keamanan situs, kegunaan, isi web site, tipe pelayanan online, dan partisipasi masyarakat di dalam proses pengambilan keputusan. Evolusi e-government di pemerintahan daerah pada tahun-tahun terakhir ini telah diteliti dan dimonitor baik dari sisi teoritis maupun dari sisi praktis (Choudrie, Ghinea, dan Weerakkody 2004, Norris dan Moon 2005, Finger dan Pecound 2003, Martin dan Byrne 2003). Peneleitian-penelitian yang lain telah menganalisis faktor-faktor sosial ekonomi dan organisasional yang berhubungan dengan pembangunan e-government, penelitian-peneltian tersebut juga telah menganalisis perbedaan antara teori dan realita dari aplikasi e-government di level pemerintahan daerah (2002).

3. Metodologi Riset

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengevaluasi web site – web site resmi dari kota-kota di Romania, metode ini mengikuti apa yang sudah dilakukan oleh Mark Holzer dan Seang-Tae Kim melalui penelitian mereka yang berjudul Digital Governance in Municipalities Worldwide (2005). Terdapat 308 situs penelitian (kota dan kota kecil), termasuk di dalamnya 6 distrik di Kotamadya Bukares. Pada saat studi ini dilakukan, hanya terdapat 165 (sekitar 53,57%) situs penelitian yang memiliki web site yang masih berfungsi.

Penelitian akan meneliti pemerintahan lokal dengan dimulai dari model incremental pengembangan, yaitu: tahap pertama adalah menyediakan informasi, yang kedua adalah pertukaran informasi, kemudia diikuti oleh ketentuan pelayanan, integrasi pelayanan, dan yang terakhir adalah partisipasi politik. Kriteria yang digunakan untuk meneliti website pemerintahan-pemerintahan kota ini memiliki lima komponen: keamanan dan perlindungan data pribadi, kegunaan, isi web site, tipe pelayanan yang disediakan, dan demokrasi digital. Penelitian menggunakan 98 alat ukur, yang menghasilkan data mentah sekitar score 219, dan skor maksimum 100. Pengukuran bobot sangatlah penting karena tiap dimensi memiliki jumlah pertanyaan yang berbeda-beda (18 pertanyaan pada item kemananan dan duapuluh untuk semua dimensi/item), perbedaan ini sama juga pada skor penelitian (25,32,48,59,55). Kelima dimensi ini diperlakukan sama dialam pengukuran bobot, tidak didasarkan pada jumlah pertanyaan yang digunakan di dalam penelitian. Dengan demikian, setelah pengukuran bobot, tiap dimensi dapat mencapai skor antara 0 – 20, sedangkan skor maksimum adalah 100. Terdapat 43 item yang terdikotomi. Untuk pertanyaan-pertanyaan tidak hanya menghasilkan jawaban ya/tidak (0/1), skala 3 atau empat telah digunakan (0,1,2 atau 0,1,2,3), dimana 0 mengindikasikan bahwa tidak ada informasi yang dapat diraih dari pertanyaan penelitian; 1^ fakta bahwa informasi tersedia; 2^ fakta bahwa informasi dapat diunduh (file, folder, audio, atau dokumen-dokumen video); dan 3^ mengindikasikan kemungkinan transaksi online (pembayaran barang dan jasa, pembayaran premi, keberadaan basis data dimana informasi dapat dicari, dan kemungkinan penggunaan tanda tangan elektronik).

Pada item “keamanan dan proteksi data pribadi”, konsep-konsep seperti pernyataan publik yang mengarah pada perlindungan data personal, otentifikasi, enkripsi, manajemen pengumpulan data, dan penggunaan cookies yang dioperasionalisasikan. Mudah digunakan dan mudah dimengerti, panjang halaman akses, struktur, kemampuan mencari informasi yang tersembunyi baik di website atau pun di link-link yang berhubungan, merupakan konsep-konsep yang ada pada penggunaan operasionalisasi. Pada item isi website, tingkat akses informasi, dokumen resmi, laporan-laporan, dan publikasi materi-materi penting merupakan hal-hal yang penting di dalam menentukan kualitas item isi website. Pada kategori “pelayanan”, termasuk di dalamnya transaksi yang mungkin muncul antara pemerintah daerah dan masyarakatnya dan antara pemerintah daerah dengan para pengusaha, contoh konkrit dari hubungan ini bisa berupa pemberian izin dan lisensi. Penelitian tentang demokrasi digital dimulai dari pembahasan penyediaan alur umpan balik melalui internet yang mampu diserap oleh pemerintah di dalam tata kelola administrasinya, alur umpan balik ini bisa direalisasikan melalui perdebatan tentang kebijakan-kebijakan pemda yang dilakukan secara online melalui website resmi pemerintah kota, hal ini akan bisa merealisasikan sistem pengukuran tingkat kepuasan masyarakat dan tingkat performa pemerintah. Skala evaluasi ini telah diaplikasikan oleh seluruh kota-kota yang ada di Romania, hal ini didasarkan pada waktu penelitian (1 – 20 Juni 2007), keberadaan web site yang masih berfungsi (yaitu sekitar 165 web site dari 308 web site). Proses pengumpulan data telah dilakukan dengan beberapa pihak pembantu, dimana para pembantu yang sangat berjasa tersebut mencakup para mahasiswa baik S1 maupun mahasiswa pascasarjana di Departemen Ilmu Politik di Universitas lasi.
Jaring evaluasi juga mencakup contoh penilaian dari tiap-tiap item; para operator juga diberikan penjelasan secara detail mengenai sistem penilaian. Dengan tujuan untuk memastikan reliabilitas instrumen dan aplikasinya, tiap website telah dievaluasi setidaknya dua kali dengan operator-operator yang berbeda-beda. Jika terdapat perbedaan score lebih dari 5 poin (5% dari maksimum nilai skala), maka website harus mengalami satu kali lagi penilaian.

4. Hasil Penelitian

Penelitian ini menunjukan bahwa skor didapatkan melalui beberapa survey di 165 kota. Skor tertinggi diperoleh melalui website resmi kotamadya Tinisoara (39,66), website Bucharest (Ibu Kota) (39,36), kemudian kota yang memiliki skor ketiga terbesar adalah kota Arad (38,73). Skor yang paling maksimum adalah 100, setiap kota yang diniliai hanya mendapat skor dibawah 40 poin, hal ini menandakan bahwa gap antara idealitas e-government dan realitas pelaksanaanya sangat jauh di Romania.


Lebar/amplitud/jenjang variasi skor adalah 36,59. Skor terendah didapat dari distrik 5 yaitu dari Bucharest – 3,07 poin, kemudian diikuti oleh Kota Targu Secuiesc – 3,93 poin, dan Kota Baia Sprie – 5,06.

Lima skor tertinggi yang didapat dari kota-kota di Romania. 5 pentagonal memiliki bentuk yang serupa dengan nilai-nilai tinggi dari dimensi “kegunaan” dan nilai-nilai terendah didapat dari dimensi “perlindungan data pribadi” dan dimensi “partisipasi publik”


Fakta yang ditemukan dari keduapuluh kota yaitu bahwa pelaksanaan e-government akan lebih berkualitas di kota-kota besar, hal ini sesuai dengan hipotesa yang menyatakan bahwa semakin besar jumlah penduduk suatu kota maka akan semakin besar pula tuntutan masyarakat akan peningkatan kualitas e-service, hal ini sama dengan teori bahwa di perkotaan besar akn lebih memiliki sumber daya untuk mewujudkan peningkatan kualitas pelayanan. Tetapi bagaimanapun, hipotesis harus diuji pada penelitian lanjutan, terutama dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Fakta menyatakan bahwa nilai rata-rata yang didapatkan adalah 16,39, setengah dari 165 kota mendapat poin sekitar dibawah 15 pada skala 0 – 100, hal ini menunjukan bahwa tidak hanya ketersedian sumber-sumber daya yang ada yang menjadi penentu tetapi juga niat dari pemerintah itu sendiri. Kami memiliki rencana untuk menguji hipotesa ini di masa mendatang.

Pada item keamanan dan perlindungan data pribadi, situs-situs terbaik seperti Bistrita dan Ploeisti mencapai poin 5,81 pada skala 0 – 20 (tabel 2). Dengan angka rata-rata 0,62 dan median 0. Kami juga menemukan bahwa dari 165 web site – web site kota-kota besar di Rumania terdapat 128 situs yang tidak memperhatikan perlindungan data pribadi.

Penelitian tidak menunjukan ketidakadaan kepedulian akan pentingnya keamanan informasi pada situs-situs pemerintah, tetapi hal keamanan informasi hanya dilimpahkan kepada tanggung jawab pengguna (publik). Pemberian jaminan keamanan perlindungan data pribadi hanya ada pada situs yang memiliki pelayanan pembayaran pajak (dimana hal ini merupakan pelayanan yang disediakan oleh sedikit situs pemerintah di Romania. Pada kebanyakan kasus, akses untuk pelayanan-pelayanan tersebut dapat direalisasikan melalui cara klasik, yaitu dengan mengisi formulir dan mengirmkanannya ke derpartemen keuangan perkotaan. Tidak ada dari situs-situs yang diteliti yang menyatakan bahwa cookies digunakan atau tidak, situs-situs ini juga tidak ada menu tandatangan elektronik. Hal ini menunjukan bahwa situs-situs tersebut masih dianggap sebagai “hanya penyedia layanan informasi”, sedangkan jaminan otoritas pengguna dan pentingnya perlindungan data personal masih lah tidak dianggap penting.

Hampir dari seluruh situs yang ada memiliki akses homepage, yang bisa ditautkan menjadi dua layar. Selain itu, hampir dari seluruh situs memiliki peta situs dan bar navigasi pada setiap page yang dibuka. Hompage seringkali menggunakan fotograf yang tidak memiliki kegunaan, seperti contohnya potrait walikota atau anggota-anggota dewan. Terdapat beberapa contoh kecil ketika para audiens diberlakukan sebagai kelompok sasaran. Pada beberapa kasus, web site akan memiliki link-link untuk penduduk lokal dan juga untuk turist, link-link ini jarang sekali diperuntukan untuk pengusaha, dan tidak pernah diperuntukan untuk para manula, para pemuda-pemudi, ataupun individu-individu yang memiliki kebutuhan tertentu. Hanya ada sedikit situs yang menyediakan pengisian form online, dan tidak ada satu pun situs yang menyediakan keseluruhan prosedur administrasi online. Hampir dari satu pertiga dari situs pemkot di Romania memiliki mesin pencari, tetapi keberadaan mesin pencari ini tidak sempurna. Hampir dari seperempat situs yang mengupdate isi situs tersebut.

Situs pemerintah kota Targu-Mures merupakan situs yang mendapatkan poin tertinggi yaitu 11,2 dengan kategori isi situs paling lengkap. Yang lainnya hanya mendapatkan poin dibawah 10. Skor rata-rata dari dimensi kelengkapan isi situs adalah 3,91 dengan deviasi standar 2,42 dan dengan median 3,6. Hampir dari seluruh situs menyediakan alamat pusat kota (alun-alun) dan tempat-tempat penting lainnya, situs tersebut juga menyediakan daftar keputusan dan resolusi dewan kota. Catatan-catatan pertemuan dewan pun bisa ditemukan dari sekitar 20 % dari keseluruhan jumlah situs. Penyediaan data keuangan daerah juga pada situs-situs ini juga terbatas. Hampir dari setengah situs menyediakan informasi dengan minimal dua bahasa (yaitu bahas Inggris dan Romania, tetapi informasi dalam bahasa Inggris tidak selengkap dibanding dengan yang berbahasa Romania. Di Transylvania, terdapat beberapa situs yang memiliki 3 – 4 bahasa (Romania, Inggris, Hungaria, dan Jerman), tetapi ada juga situs yang hanya menggunakan bahasa Romania. Situs-situs yang ada tidak menyediakan sistem peringatan untuk digunakan jika terjadi bencana, situs-situs ini juga tidak menyediakan kemudahan akses bagi orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik. Even-even yang akan dilaksanakan di kota-kota biasanya diumumkan dengan kalimat-kalimat singkat (even-even ini bisa berupa festival keagamaan, libur resmi, dan even-even peringatan sejarah). Tidak ada situs pemerintah yang menyediakan informasi aspek kehidupan sehari-hari seperti informasi lalu lintas yang akurat.






Bucharest dan Arad menyediakan pelayanan online dengan skor tertinggi kepada masyarakat, skor ini mencapai 9,49 (tabel 5). Skor rata-rata pada item pelayanan adalah 2,09 dengan deviasi standar 1,84 dan median 1,7. Sesuai dengan penemuan data terdapat 44 kota yang tidak menyediakan layanan online kepada masyarakat. Tidak ada kota yang menyediakan pelayanan pembayaran tagihan secara online. Di lain sisi, hampir dari seperempat kasus, situs pemerintahan tidak ada yang menyediakan layanan pembayaran pajak daerah secara online. Prosedur registrasi untuk membayar pajak daerah tidak bersifat e-service murni. Masyarakat harus mengikuti prosedur semi manual untuk membayar pajak.

Pada item “demokrasi digital”, hasil terbaik diraih oleh kota Aiud – 10,16 poin (tabel 6). Seluruh kota lainnya hanya mendapat skor dibawah 7,62, terdapat 41 situs yang tidak menyediakan akses alur feedback dari masyarakat. Dengan demikian, skor rata-rata untuk tingkat partisipasi adalah 1,14 dengan standar deviasi 1,84 dan median 0,73. Hanya sedikit situs yang menyediakan formulir online untuk memberikan komentar kepada pemerintah atas performa kinerjanya. Kurang dari 10 % dari situs resmi pemerintah kota yang memiliki layanan poling pendapat, dan tak ada satupun situs yang menyediakan layanan petisi online. Ada beberapa situs yang menyediakan forum diskusi, tetapi forum diskusi tersebut jarang ditanggapi oleh pemerintah kota. Dengan demikian, forum-forum ini hanyalah sekedar wadah tampungan komplain dari masyarakat.

Ketika membandingkan skor pada kelima dimensi/item atas indeks e-government secara keseluruhan, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa item “kegunaan” memiliki skor maksimum tertinggi yaitu 15,63 dengan nilai rata-rata 8,17. Hal ini sangatlah mudah diobservasi bahwa performa terbaik diraih pada dimensi teknis di dalam pelaksanaan e-government: strukturisasi informasi, kemudahan penggunaan situs, adanya formulir yang bisa diisi, dan adanya layanan mesin pecari. Bagaimanapun juga, performa pelaksanaan e-government terus menurun secara drastic ketika meneliti tiga dimensi/item yang lainnya, nilai yang diraih pada kategori kelengkapan isi situs adalah 3,91, 2,09 pada kategori pelayanan, 1,14 pada kategori partisipasi publik, dan 0,62 untuk kategori proteksi data personal dan keamanan. Keberadaan skor minimal (nilai 0) untuk keempat dari kelima dimensi mungkin bisa terjadi ketika pemerintah kota hanya menyediakan situs sebagai formalitas.

Pertanyaan selanjutnya adalah “bagaimana performa e-government dapat didistribusikan ke semua wilayah?”. Romania terbagi kedalam delapan wilayah pembangunan/ekonomi (gambar 3), wilayah-wilayah ini bukanlah unit administrasi independen, tetapi wilayah-wilayah membentuk kerangka jaringan kerjasama regional. Tiap-tiap wilayah terdiri dari sekitar 4 – 7 kabupaten, jumlah penduduk dan tingkat GDP per penduduk ditunjukan pada Tabel 8.


Dari sudut pandang distribusi geografis dan dari sudut pandang wilayah pembangunan ekonomi, Bucharest merupakan kota yang terbaik – dengan skor rata-rata 21,82 – disamping fakta bahwa skor terendah diperoleh oleh sector .Skor diatas rata-rata nasional juga diraih oleh wilayah Timur laut dan wilayah bagian barat (meliputi kabupaten-kabupaten seperti Timis, Arad, Cara-Severin dan Hunedoara). Hal ini merupakan paradoks dimana wilayah yang bisa dikatakan kurang maju tetapi dapat melaksanakan e-government yang relatif lebih baik. Buchares dan wilayah barat merupakan wilayah yang diharapkan sesuai dengan teori optimisme e-government. Berdasarkan teori wilayah yang memiliki kemajuan baik di bidang sumber daya manusia dan material akan lebih mungkin untuk menjalankan system e-government. Selain itu, masyarakat yang berada di wilayah ini akan dipaksa untuk menuntut untuk pengimplementasian system tersebut. Tetapi pada kasus di Romania hal ini berbeda dengan hipotesa teori tersebut.
Wilayah Timur Laut adalah wilayah yang paling menghawatirkan, sedangkan yang paling baik adalah wilayah kota Bucharest. Kasus pada wilayah Timur Laut memunculkan pertanyaan ilmiah: apakah terdapat kepedulian khusus dari pemerintah daerah di wilayah yang kurang maju untuk memodernisasikan system administrasinya untuk meminimalisir gap antara wilayah tersebut dengan wilayah lainnya? Bagaimana proses “pembelajaran” dapat dilakukan pada tingkat administrasi local?

5. Kesimpulan

Sebelas tahun setelah munculnya web page pemkot pertama di Romania, pelaksanaan e-government tampaknya masih jalan ditempat. Pada dimensi “penggunaan” performa dapat diterima sebagai sesuatu yang cukup wajar, nilai rata-ratanya sekitar 8,17 pada skala 0 – 20. Pada dimensi keamanan dan perlindungan data pribadi, pelaksanaan e-government di Romania cukup menghawatirkan dan tampaknya tidak ada kepedulian dari pemerintahnya. Dari dimensi “kelengkapan isi website”, masih bisa dikatakan kurang. Dari dimensi pelayanan kita bisa menilainya dengan nilai kurang, hal ini bisa dilihat dari web site – web site resmi pemerintahan kota yang tidak menyediakan layanan pembayaran tagihan online. Masyarakat juga tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk mengutarakan pendapat mereka. Kurang dari 10 % dari keseluruhan web site resmi pemkot memiliki layanan poling online, dan tak ada satupun yang menyediakan layanan pengaduan petisi online. Terdapat perbedaan kualitas yang signifikan diantara kota-kota dan wilayah-wilayah yang ada di Romania. Secara paradoks, wilayah yang paling tertinggal (Timur Laut) memiliki kualitas e-government terbaik setelah kota Bucharest. Penelitian selanjutnya harus mengidentifikasi variable-variabel yang lebih tepat, juga harus menyebarkan hasil penelitian kepada pemerintah local sehingga mudah-mudahan dapat menstimulasi peningkatan kualitas e-government, yang selanjutnya diharapkan dapat menciptakan manajemen yang lebih baik akan penanganan masalah-masalah administrasi publik sehinggi dapat meningkatkan kepuasan masyarakat.



References
Arlsan, Aykut, (2007) “Turkish Local e- Governments: a Longitudinal Study”, Electronic Journal of E-Government, Vol 5, Issue 2, pp 95-106, www.ejeg.com/volume-5/vol5-iss2/v5-i2-art1.htm
Brown, Douglas, (1999) “Information Systems for Improved Performance Management: Development Ap-proaches in U.S. Public Agencies”, Reinventing Government in the Information Age, Richard Heeks (editor), Routledge, New York, pp 113-134. www.ejeg.com 180 ©Academic Conferences Ltd Virgil Stoica and Andrei Ilas

Choudrie, Jyoti, Gheorghita Ghinea and Vishanth Weerakkody, (2004) “Evaluating Global E-Government Sites: A View Using Web Diagnostic Tools”, Electronic Journal of E-Government, Vol 2, No. 2, pp 104-114, www.ejeg.com/volume-2/volume2-issue2/v2-i2-art4.htm.
Finger, Matthias and Gaelle Pecound, (2003) “From E-Government to E-Governance? Towards a Model of E-Governance”, Electronic Journal of E-Government, Vol 1, No.1, www.ejeg.com/volume-1/volume1-issue-1/issue1-art1.htm.
Hiller, Janine and France Belanger, (2001) Privacy Strategies for Electronic Government, E-Government Series, Pricewaterhouse Coopers Endowment for the Business of Government, Arlington VA.
Holzer, Mark and Seang-Tae Kim, (2005) Digital Governance in Municipalities Worldwide (2005). A Longitudinal Assessment of Municipal Websites Through the World. The E-Governance Institute, National Center for Public Productivity, Rutgers, the State University of New Jersey, Global e-Policy e-Government Institute, Graduate School of Governance Sungkyunkwan University, www.andromeda.rutgers.edu/~ ego-vinst/Website/researchpg.htm.
Layene, Karen and Jungwoo Lee, (2001) “Developing Fully Functional E-Government: A Four Stage Model”, Government Information Quartely, Vol 18, No. 2, pp 122-136.
Martin, Bill and John Byrne, (2003), “Implementing E-Government: Widening the Lens”, Electronic Journal of E-Government, Vol 1, No. 1, www.ejeg.com/volume-1/volume1-issue-1/issue1-art2.htm.
Moon, M. Jae, (2002) “The Evolution of E-government Among Municipalities: Rhetoric or Reality?”, Public Ad-ministration Review, Vol. 62, No. 4, pp 424-434.
Moon, M. Jae and Stuart Bretschneider, (2002) “Does the Perception of Red Tape Constrain IT Innovativeness in Organizations? Unexpected Results from Simultaneous Equation Model and Implications”, Journal of Pub-lic Administration Research and Theory , Vol 12, No. 2, pp 273-291.