Jumat, 08 Juli 2011

BIRU YANG MENENTRAMKAN

MEMBANGUN DEMOKRASI DENGAN PAYUNG ETIKA
Arenawati
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang Banten
Email : arena.dika@gmail.com, arenawatip@yahoo.com


ABSTRAK

Demokrasi adalah suatu sistem pemeritahan dimana kekuasaan terletak pada mayoritas rakyat dan pelaksanaannya dilakukan melalui wakil-wakil yang terpilih. Demokrasi tidak sekedar teori mengenai pemerintahan atau bernegara, tetapi juga pandangan hidup yang terkandung dalam dasar-dasar moral. Reformasi telah membuka kran demokrasi, sehingga setiap warga negara memiliki kebebasan untuk berpendapat, keterbukaan informasi publik, dan yang paling terlihat adalah dilakukannya sistem pemilihan kepala daerah langsung.Tak dipungkiri bahwa demokrasi dapat membawa perubahan kea rah pemerintahan yang lebih partispatif dan terbuka. Tetapi disisi lain harga demokrasi harus dibayar dengan mahal. Untuk sebuah pemilihan kepala daerah harus dibayar dengan trilyunan rupiah, namun yang lebih parah adalah bahwa kata “demokrasi” dijadikan alat untuk menjatuhkan lawan politis, melakukan tindakan anarkis. Sehingga demokrasi yang kita agung-agungkan berubah menjadi “democrazy” .Untuk itu demokrasi yang kita bangun harus dilandaskan pada etika dan moral. Pertama demokrasi berlandaskan pada keyakinan nilai dan martabat manusia, sehingga melahirkan keyakinan diri, intelegensia, diskriminasi etis dan apresiasi estetika. Kedua, kebebasan dalam demokrasi diperlukan guna pengembangan moral, intelektual dan spiritual. Ketiga, menggunakan payung hukum untuk meghindarkan dari nafsu, prasangka dan hak-hak istimewa. Keempat demokrasi berlandaskan pada azas persetujuan , dimana perlu adanya kontrol kerakyatan atas isu-isu kebijakan. Yang kelima demokrasi harus menepati prinsip perbaikan dan kemajuan. Dan yang keenam prinsip persamaan (concept of equality)Selain itu nilai-nilai etika seperti keadilan, persamaan hak, kejujuran, tidak KKN juga diterapkan oleh masyarakat, wakil rakyat, pemerintah, partai politik dan para penegak hukum.
Key Word : Demokrasi, Democrazy, Etika
1. PENDAHULUAN
Jatuhnya rejim Orde Baru pada tahun 1998, merupakan tonggak sejarahnya bangkitnya demokrasi di bumi Indonesia tercinta ini. Momentum ini telah membuka kran demokrasi di hampir semua bidang kehidupan. Masyarakat berada dalam eforia kebebasan, pers yang selama ini tersumbat menjadi corong informasi yang terbuka pada masyarakat, demonstrasi sudah menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Reformasi ini telah memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk berbicara, menyatakan pendapat. Demokrasi dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai kebebasan untuk berbuat, masyarakat cenderung menjadi kebablasan, sehingga akhirnya menjadi anarki. Alih kata democracy berubah menjadi democrazy.
Demonstrasi yang berujung perusakan gedung milik pemerintah, pembakaran kendaraan dinas, bentrok antar warga, warga dan aparat, Konflik horizontal kerap mewarnai Pilkada seperti di Ambon, Tuban, jember dan lain-lain.Pemberitaan pers yang tidak berimbang , seringkali terlalu mendeskriditkan seseorang, sekelompok orang bahkan negara, menjadi pemicu demontrasi, konflik bahkan tindakan anarkis. Kesempatan berdemokrasi yang tidak dibarengi oleh pengetahuan demokrasi itu sendiri dan etika berdemokrasi inilah yang akhirnya berdampak anarki. Hal ini menunjukkan masih rendahnya pemahaman berdemokrasi di kalangan elit maupun masyarakat awam.
Reformasi sistem pemerintahan dari sistem sentralistik menuju sistem desentralisasi yang nota bene mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, diwujudkan dengan pemberian otonomi daerah secara luas. Pada saat ini ternyata masih belum berdampak sisgnifikan pada peningkatan kehidupan masyarakat. Dibukanya kran demokrasi, kebebasan pers, maraknya diskusi, seminar dan menjamurnya LSM bukan jaminan bahwa kondisi akan semakin membaik, terutama dalam kehidupan berdemokrasi.
Tidak dipungkiri bahwa Reformasi tahun 1998 telah membawa banyak kebaikan dan perubahan fundamental dalam ketatanegaraan, terutama dengan dilahirkannya UU 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah , yang kemudian diperbaharui oleh UU No. 32 tentang Pemerintahan Daerah. UU No. 32 tahun 2004 ini telah membuka kesempatan kepada Daerah Otonom untuk mengelola, mengurus daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerahnya. Undang-Undang ini juga memberikan kesempatan pada daerah otonom untuk melakukan pemilihan kepala daerah dan Anggota DPRD secara langsung. Demokrasi di tingkat lokal ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi politik masyarakat di setiap daerah otonom. Otonomi daerah diklaim dapat memajukan demokrasi, dalam artian otonomi daerah menjadikan pemerintah lebih dekat dengan masyarakat, menjadikan dukungan masyarakat lebih nyata, menyediakan kesempatan-kesempatan yang sungguh-sungguh bagi adanya partisipasi masyarakat dalam proses politik dan membantu terbangunnya kebijakan-kebijakan dan pelayanan-pelayanan jasa yang lebih responsif (Said,2005:23). Demokrasi menjanjikan peningkatan partsipasi masyarakat yang bermartabat, namun kenyataannya demokrasi di daerah yang diwujudkan dalam pemilihan kepala daerah langsung telah dinodai dengan politik uang, tekanan birokrasi, black campaign, calon kepala daerah yang tidak kredibel dan cenderung KKN, Panwaslu yang tidak netral dan kasus-kasus lain. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi belum berjalan sesuai dengan konsep demokrasi yang seharusnya . Demokrasi kita terpenjara oleh elit-elit politik nya yang berjiwa feodal sehingga tidak mampu menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang berkualitas. Demokrasi kita bahkan hanya menjadi sarana formalisasi kekuasaan rejim yang sama (Ismanto, 2010 : 56).Demokrasi kita masih abal-abal dan tidak beretika,etika demokrasi ternyata tidak hanya untuk rakyat tetapi juga untuk pemerintah yang berkuasa, partai politik dan juga anggota dewan. Kesalahan bukan pada konsep demokrasi tetapi bagaimana cara kita berdemokrasi.
2. DEMOKRASI DAN ETIKA.
Istilah Demokrasi berasal dari bahasa latin “ demokratia”. “Demos” berarti rakyat dan “kratos” berarti pemerintahan. Jadi demokrasi dapat juga prinsip pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Istilah demokrasi memiliki banyak pengertian . Demokrasi dikatakan sebagai sebuah bentuk pemerintahan dimana hak untuk menetapkan keputusan politik dilaksanakan secara langsung oleh seluruh rakyat dengan menganut prinsip-prinsip mayoritas (direct democracy). Demokrasi juga digambarkan sebagai bentuk pemerintahan yang dilaksanakan melalui wakil-wakil rakyat yang dipilih dan bertanggung jawab kepaada rakyat (representative democracy( Sulastomo, 2007:6).
Konsep lain tentang demokrasi menurut C.F. Strong : “ demokrasi adalah suatu system pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yg menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya kepada mayoritas itu “(Saragih, 200:75). Dengan kata lain, negara demokratis didasari oleh system perwakilan demokratis yang menjamin kedaulatan rakyat . Bahwa dasar demokrasi dalam pikiran barat dikembangkan oleh tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut, yaitu menuju tercapainya keadilan sosial dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat yang diperoleh dengan cara mengedepankan kebebasan politik. Yang paling esensi dalam demokrasi adalah pemerintahan itu harus merepresentasikan aspirasi rakyat, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakilnya di parlemen.
Demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari sila keempat , yaitu “ kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan “. Oleh karena itu demokrasi di Indonesia dikenal dengan prinsip “ permusyawaratan perwakilan”, permusyawaratan dari wakil-wakil rakyat. Disini peran DPRD menjadi sangat penting dalam perwujudan demokrasi. Namun demikian perwujudan demokrasi tidak hanya sebatas pelaksanaan pemerintahan dengan asas musyawarah dan mufakat oleh wakil rakyat. Tetapi demokrasi terkait dengan seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, tentang pelaksanaan hukum, kebijakan ekonomi suatu negara, hubungan manusia belum lagi terkait dengan kelembagaan. Implemetasi prinsip demokrasi dan etika demokrasi tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan demokrasi suatu bangsa.
Etika dan moral seringkali diartikan sama, etika sendiri berasal dari bahasa Yunani ethos, yang artinya kebiasaan atau watak, sedangkan moral (mores) diartikan sebagai cara hidup atau kebiasaan. Menurut The Liang Gie istilah etika dan moral bahwa keduanya sama, meskipun berasal dari dua istilah yang berbeda. Solomon (1987:2-18) menggariskan bahwa etika merujuk kepada dua hal. Pertama, etika berkenaan dengan disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya. Kedua etika merupakan pokok permasalahan di dalam disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia.
Manusia tidak dapat hidup sendiri, ia membutuhkan orang lain, oleh karena itu selain sebagai mahluk individu , ia adalah mahluk social. Aristoles menyebutnya dengan Zoon Politicon, mahluk yang senantiasa ingin hidup berkelompok. Dalam berhubungan dengan manusia lain harus ada norma yang mengatur, nilai-nilai apa yang digunakan, agar hubungan manusia dengan manusia lain berjalan dengan harmonis.Tujuan etika adalah memberitahukan bagaimana kita dapat menolong manusia didalam kebutuhannya yang riil yang secara susila dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu etika sosial tidak hanya mengharuskan pendalaman norma-norma sosial yang berlaku, tetapi juga tentang kebutuhan-kebutuhan manusia serta apa saja yang mendorongnya. Norma dalam etika sosial menjelmakan kewajiban manusia yaitu melakukan kebajikan (Kumorotomo, 1992 : 17-19).
Demokrasi tidak terlepas dari etika, karena demokrasi bukan sekedar teori atau konsep mengenai pemerintahan atau negara semata. Demokrasi juga merupakan teori tentang manusia dan masyarakat manusia. Demokrasi juga merupakan pandangan hidup yang secara esensial terkandung dalam dasar-dasar moral. Kumorotomo (1992:55-57) menjelaskan pertama, demokrasi berlandaskan pada keyakinan nilai dan martabat manusia (worth and dignity of man). Kebenaran mempunyai landasan kebaikan dan kebaikan adalah sesuatu yang dianggap bernilai bagi manusia. Karena manusia sebagai pribadi punya keyakinan diri, intelegensi, diskriminasi etis, apresiasi estetika dan karakteristik-karakteristik unik lainnya, maka ia merupakan tujuan dari nilai tersebut. Kedua, karena sifat dan nilai manusia, demokrasi mengandung implikasi adanya konsep kebebasan. Manusia harus bebas berfikir dan mengungkapkan pikiran maupun perasaannya. Kebebasan bukan miliki negara atau kelompok dalam masyarakat. Tidak boleh adanya pencengkeraman kebebasan individu. Akan tetapi sekalipun kebebasan tidak bersifat absolute, kebebasan yang tidak terkendali dapat mengarahkan konflik.
Persyaratan ketiga demokrasi adalah Rule of Law atau berdasarkan kepastian hukum , hal ini diwujudkan dengan manusia dapat menikmati kebebasan yang seluas-luasnya hanya apabila kebebasan tersebut tidak mengganggu kebebasan dan hak-hak orang lain. Demokrasi berada di tengah-tengah antara anarki dan tirani, tujuannya adalah keadilan, pemberian yang sepadan kepada setiap orang sesuai dengan hak-haknya. Aturan hukum hendaknya terhindar dari nafsu, prasangka dan hak-hak istimewa. Hukum bisa saja bersifat semena-mena dan tirani, atau mencerminkan kekuatan sekelompok mayoritas atau minoritas tertentu. Oleh karena itu demokrasi harus didasarkan pada asas persetujuan (principle of consent).
Menurut azas keempat, persetujuan ,demokrasi didasarkan pada pentingnya kontrol kerakyatan atas isu-isu kebijakan yang mendasar. Pemerintah harus memiliki kekuatan dan otoritas, tetapi kekuatan dan otoritas tidak boleh diselewengkan untuk kepentingan kelompok yang memiliki kekusaan. Asas persetujuan mensyaratkan kesediaan untuk memusyawarahkan perbagai persoalan. Prinsip kelima dari demokrasi adalah prinsip perbaikan (betterment) atau kemajuan (progress). Demokrasi hendak melangkah dari apa yang ada menuju apa yang seharusnya. Demokrasi ditujukan untuk peningkatan kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik dari masyarakat.. Demokrasi juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup manusia , perbaikan kondisi ekonomi, partisipasi dalam pembangunan dan politik, dan upaya-upaya penegakkan hukum.
Yang terakhir, demokrasi didasarkan pada prinsip persamaan (the concept of equality). Prinsip ini diharapkan dapat menjebol tembok-tembok kelas, agama, jenis kelamin, warna kulit dan ras dalam kebijakan-kebijakan sipil dan politis. Azas ini menentang adanya diskriminasi dalam segala hal, karena demokrasi menempatkan setiap warga negara memiliki kesamaan dalam hukum, pelayanan publik, berpolitik, berpendapat dan lain-lain. Keenam prinsip yang telah dijelaskan diatas ,tidak akan berjalan menuju demokrasi yang ideal tanpa keterlibatan dan dukungan masyarakat, pemerintah, penegak hukum dan DPRD. Oleh karenanya setiap komponen harus memiliki etika dalam berdemokrasi. Setiap komponen memiliki norma-norma dan nilai –nilai etika yang harus ditaati dalam berdemokrasi.


3. NILAI-NILAI ETIKA DALAM DEMOKRASI
Demokrasi pada hakikatnya adalah pengakuan terhadap perbedaan , sekaligus juga merupakan sebuah solusi mengatasi perbedaan itu sendiri. Karena apabila tidak dapat mengatasi perbedaan tersebut, dan membiarkan perbedaan menjadi semakin tajam, maka demokrasi akan menjadi anarki , atau “ democrazy”. Oleh karena itu demokrasi memerlukan etika, sebuah norma yang diakui bersama-sama, tanpa adanya norma yang mampu mengatasi perbedaan , makaa demokrasi akan gagal menyelesaikan permasalahan bangsa. Demokrasi akan menjadi sekedar impian ( Sulastomo, 2007 :23). Nilai etika demokrasi harus dimiliki oleh setiap warga negara, wakil rakyat, pemerintah (penguasa), partai politik dan penegak hukum.
Nilai etika pertama , harus dimiliki oleh warga negara adalah perilaku menjunjung tinggi terhadap perbedaan. Dalam kehidupan sehari-hari dituangkan dalam sikap menghargai keberadaan orang lain, tidak boleh merasa benar sendiri, pintar sendiri dan mau menang sendiri. Setiap warga juga harus memiliki kemampuan mengakomodir perbedaan dengan mengakui kebenaran orang lain, kemenangan orang lain, berani mengakui kesalahan dan kekalahan, tidak boleh menuduh hal-hal yang sifatnya tidak benar pada orang lain yang kebetulan berbeda pendapat dengan kita, curiga mencurigai satu sama lain. Terkait denga pilkada dan pemilu maka setiap penduduk tidak memilih wakil rakyat atau calon kepala daerah yang tidak kredibel, tidak menerima suap dari calon wakil rakyat atau kepala daerah, tidak merusak atribut partai yang bukan partai pilihannya, tidak mempengaruhi dan memaksakan orang lain untuk memilih calon yang sama dengan kita.
Nilai etika kedua adalah terkait nilai-nilai etis yang harus dimiliki oleh wakil rakyat, pada prinsipnya wakil rakyat berada di parlemen adalah sebagai wakilnya rakyat, maka hal utama yang harus dimiliki adalah mengutamakan kepentingan rakyat atau masyarakat banyak dibandingkan dengan kepentingan kelompok atau pribadi. Maka seorang wakil rakyat harus amanah, konsisten, tidak menerima suap atau apapun untuk kepentingan kelompok tertentu, jujur dan bertanggung jawab. Hal ini dapat di wujud selalu hadir tepat waktu dalam setiap sidang dan pada saat rapat, tidak tidur, internetan pada saat sidang, Terkait dengan pemilu dan Pilkada, bagi calon wakil rakyat tidak boleh money politik, tidak berbohong pada publik terkait pendidikan, latar belakang, menjelek-jelekkan lawan politik melalui black campaign .
Nilai etika bagi pemerintah selaku penyelenggara pemerintahan dan pembuat kebijakan adalah membuat kebijakan yang mementingkan kepentingan masyarakat luas , selalu menampung aspirasi masyarakat, bertanggungjawab atas dana-dana publik, tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, tidak memihak pada kelompok yang berkuasa, tidak membuat kebohongan publik, mengakui persamaan derajat, kedudukan dalam hukum bagi setiap warga negara, serta tidak mengesampingkan prinsip-prinsip Good Governance.
Partai Politik oleh pemerintah diharapkan dapat menghidupkan semangat demokratisasi di Indonesia., banyak pihak berharap akan terjadinya perbaikan sistem pemerintahan dengan terakomodasinya aspirasi masyarakat di daerah dalam kebijakan dan program pembangunan. Namun harapan tersebut masih menjadi wacana panjang untuk diralisasikan, karena yang kita lihat justru maraknya panggung-panggung politik praktis, baik di pusat maupun di daerah yang tidak membawa misi pembangunan untuk rakyat, melainkan lebih berorientasi pada kekuasaan dan jabatan (Astuti 2009 : 177). Fenomena jual beli partai menjadi suatu trend politik di pusat dan daerah, praktek komersialisme partai ini menyebabkan anggota partai di dewan bukanlah orang-orang yang berkualitas. Oleh karena itu untuk membangun demokrasi maka praktek komersialisme di tubuh partai harus dihapuskan, partai politik harus bertanggungjawab kepada anggota partai dan masyarakat, tidak memanfaatkan partai untuk kepentingan pribadi seseorang, partai politik harus amanah membawa aspirasi masyarakat, tidak meloloskan anggotanya yang tidak memenuhi syarat untuk dicalonkan, menghargai pendapat anggota partai dan pendapat partai lain, tidak merasa partai yang paling benar, paling baik, melaksanakan pemilu dan pilkada dengan jujur dan adil, yang di implemtasikan dalam transparansi dana kampanye, tidak mencuri start kampanye, tidak membohongi publik, tidak money politik, tidak melakukan kampanye hitam, menerima kekalahan dengan legowo dan mengurangi fanatisme partai.
Penegakkan hukum adalah salah satu prinsip demokrasi yang harus dijalankan. Namun kadangkala proses penegakan hukum terkendala oleh pelaku penegakan hukum itu sendiri, yang tidak adil dalam memutuskan perkara. Beberapa masyarakat mengatakan bahwa hukum bisa dibeli, masalah suap sudah merupakan hal yang biasa. Bagaimana mungkin seorang penegak hukum yang menangani kasus korupsi, dia sendiri terlibat suap ! Untuk itu maka para penegak hukum harus menjadikan nilai-nilai etika dalam rangka perwujudan demokrasi. Nilai persamaan hak, keadilan, kejujuran diwujudkan dengan sikap tidak membedakan siapa yang menjadi terdakwa baik dalam pembelaan maupun dalam putusan pengadilan, tidak menerima suap, tidak kolusi dan nepotisme.
Selain menjadikan etika sebagai dasar dalam membangun demokrasi perlu juga diberikan pemahaman hakikat demokrasi pada masyarakat di daerah, para fungsionaris partai politik dan organisasi masyarakat di tingkat lokal, karena pemahaman demokrasi dikalangan elit maupun masyarakat awam pada saat ini masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari sulitnya mewujudkan rotasi kekuasaan yang diselenggarakan dengan teratur dan damai.

4. KESIMPULAN
a. Saat ini kondisi demokrasi di negara kita masih jauh dari harapan demokrasi itu sendiri, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat, persamaan hak, meningkatnya partisipasi masyarakat dalam keputusan publik, pemilu yang jujur dan adil. Rendahnya pemahaman elit politik dan masyarakat terhadap demokrasi, menyebabkan demokrasi menjadi salah arah, demokrasi tidak lagi sebagai amanah masyarakat, tetapi oleh elit politik dijadikan lalat untuk mendapatkan kekuasaan, bagi masyarakat euporia demokrasi membuat mereka menjadi anarki, sehingga demokrasi berubah menjadi democrazy.
b. Agar demokrasi berjalan sesuai harapan maka perlu nilai-nilai atau norma-norma etika yang harus ditaati. Dalam Etika ada enam prinsip dasar dalam berdemokrasi , yaitu : Pertama demokrasi berlandaskan pada keyakinan nilai dan martabat manusia, sehingga melahirkan keyakinan diri, intelegensia, diskriminasi etis dan apresiasi estetika. Kedua, kebebasan dalam demokrasi diperlukan guna pengembangan moral, intelektual dan spiritual. Ketiga, menggunakan payung hukum untuk meghindarkan dari nafsu, prasangka dan hak-hak istimewa. Keempat demokrasi berlandaskan pada azas persetujuan , dimana perlu adanya kontrol kerakyatan atas isu-isu kebijakan. Yang kelima demokrasi harus menepati prinsip perbaikan dan kemajuan. Dan yang keenam prinsip persamaan (concept of equality)
c. Selain itu terdapat beberapa nilai, sikap yang harus dimiliki oleh warga negara, wakil rakyat, pemerintah, partai politik dan penegak hukum untuk mewujudkan demokrasi di Indonesia. Nilai-nilai tersebut antara lain :
1) Warga negara, menjunjung tinggi perbedaan yang diwujudkan dengan sikap tidak menang sendiri, mengakui kebenaran orang lain, mengakui kekalahan dan tidak memaksakan kehendak.
2) Wakil rakyat, amanah, jujur yang diwujudkan dengan sikap memperjuangkan kepentingan masyarakat luas, selalu menghadiri persidangan, mengikuti persidangan dengan baik, tidak menerima suap.
3) Pemerintah, amanah, bertanggungjawab, terbuka terhadap kritik, tidak membedakan pelayanan pada masyarakat, menerapkan prinsip good governance.
4) Partai Politik, amanah, tidak melakukan komersialisasi untuk suatu kedudukan, jabatan, tidak mendahulukan kepentingan partai dan fanatisme partai.
5) Penegak Hukum, adil, jujur diwujudkan dengan tidak menerima suap, memberikan keputusan yang adil dalam setiap perkara.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Woro. 2009. Meluruskan Demokrasi Lokal Menggagas Kepemimpinan Daerah Yang Ideal di Era Pilkada Langsung dalam Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik, Yogyakarta, Gava Media.

Fatwa, A.M. 2004. Melanjutkan Reformasi Membangun Demokrasi , Jejak Langkah Parlemen Indonesia Periode 1999 – 2004, Jakarta, Raja Grafindo Persada

Kumorotomo, Wahyudi. 1992. Etika Administrasi negara, Jakarta, Rajawali Pers

Said, M. Mas’ud. 2005. Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia, Malang. UMM Pers

Sulastomo. 2007. Membangun Demokrasi Mengelola Globalisasi

Solomon, Robert C. 1987. Etika : Suatu Pengantar, Jakarta, Erlangga

Kamis, 07 April 2011

Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan RSUD Serang

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS PELAYANAN RSUD SERANG TAHUN 2010
Arenawati, M.Si
(19700410 200604 2001)


ABSTRAK

ARENAWATI, Dosen pada program studi Administrasi Negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan RSUD Serang Tahun 2010. Penelitian ini mengajukan permasalahan bagaiamana persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan RSUD Serang, penelitian ini dilakukan di RSUD Serang dimana sasaran penelitian ini adalah pengguna pelayanan RSUD Serang baik rawat inap maupun rawat jalan. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan maksud memberikan gambaran ( deskriptif kuantitatif ) bagaiamana persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayan RSUD Serang. Metode penelitian ini adalah survey dengan metode pengumpulan data adalah kuesioner. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah distribusi frekuensi. Dari hasil distribusi frekuensi yang telah dikategorikan diperoleh hasil persepsi kualitas pelayanan yang paling tinggi adalah pada kategori cukup (42,1%), kemudian urutan kedua adalah kategori baik (40%), urutan ketiga adalah kategori kurang baik (10%), kategori sangat baik (6,8%) dan yang berkategori buruk adalah 1,1 %.
Kata Kunci : Kesehatan, persepsi masyarakat,kualitas pelayanan

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan salah satu modal pembangunan. Dengan memiliki kesehatan yang baik, masyarakat dapat bekerja, anak-anak dapat berkonsentrasi dalam belajar, sehingga akan dihasilkan produktivitas yang baik pula. Oleh karena itu kesehatan dapat menjadi tolak ukur kesejahteraan masyarakat.
Di dalam sistem kesehatan masyarakat, terdapat hubungan antara negara dan masyarakat yang tercermin melalui penyelenggaraan pelayanan. Oleh karena itu, pemerintah dengan kewenangan yang dimilikinya dapat menjadi pengendali dari sumber-sumber untuk kesehatan melalui regulasi dan kebijakan yang dibuat. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa dalam sistem kesehatan masyarakat terdapat lima karakteristik utama, yakni : adanya peran pemerintah, masyarakat sebagai fokus program kesehatan, hubungan antara pemerintah dan masyarakat, pelayanan dan kewenangan pemerintah. (Gostin,dalam Ambar, 2009: 357)
Rumah Sakit Umum Daerah merupakan lembaga milik pemerintah yang memberikan pelayanan umum dibidang kesehatan di tingkat Kota/Kabupaten. Keberadaan Rumah Sakit Umum Daerah menjadi sangat penting karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia.Rumah Sakit Umum Daerah dapat menjadi pilihan bagi masyarakat luas karena mahalnya biaya pelayanan dan perawatan medis yang ditawarkan oleh Rumah Sakit Swasta.
Hasil survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dilakukan Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR di enam kota di Indonesia, pasien miskin di rumah sakit pemerintah mengeluhkan pelayanan administrasi yang rumit, kurang informatif, dan memakan waktu berhari-hari. Selain itu, ada perbedaan pelayanan atas dasar tingkat sosial ekonomi pasien. Setiap pengguna pelayanan kesehatan harus mendapat perlindungan ,seperti disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR dr. Kasmawati Basalamah. Untuk melindungi hak dan kewajiban pasien maupun rumah sakit, keberadaan rumah sakit perlu diatur. Dengan adanya undang-undang, diharapkan tidak ada lagi pasien yang ditolak rumah sakit. Aturan ini juga untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. "Rumah sakit yang melanggar undang-undang bisa dijatuhi sanksi mulai dari peringatan sampai pencabutan izin usaha," katanya.Prinsip utama undang-undang ini adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus memegang prinsip sosial kemanusiaan, dengan mengeliminasi perbedaan perlakuan berdasarkan status sosial ekonomi. Karena itu, perlu ada pengaturan lebih lanjut tentang standar pelayanan minimal (SPM) untuk menjamin keamanan pasien. (http;www/mldi.or.id)
Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan (YPKKI) Marius Widjajarta mengatakan bahwa pengaduan ke YPPKI sejak November 1998 hingga Juli 2009 menunjukkan ada 528 kasus dugaan mal praktik. Sekitar 66 persen kasus terkait perilaku oknum dokter, seperti alat tertinggal dalam tubuh saat operasi dan memburuknya pasien setelah penanganan kesehatan dan sekitar 30 persen kasus berhubungan oknum dokter dan rumah sakit, misalnya tidak diberi informasi secara benar, jelas dan jujur serta penggunaan alat canggih berlebihan. Sekitar 4 persen adalah kasus lainnya yang terkait dengan obat, seperti obat ganda, berlebihan, terlalu mahal atau mengabaikan permintaan obat generik. (Kompas, 11 Desember 2009).
Pada saat ini tidak dipungkiri bahwa “Image” RSUD Serang di mata masyarakat Kota Serang dan Kabupaten Serang kurang baik.Atas kekecewaan masyarakat terhadap RSUD tersebut disampaikan oleh mahasiswa yang tergabung dalam HMI se Banten sewaktu berdemonstrasi di halaman gedung DPRD Kota Serang pada 12 Februari 2010. (Radar Banten, 13 Februari 2010). Bagaimana pelayanan yang diberikan RSUD Serang dapat dikaitkan dengan NDR (Neth Death Rate) atau angka kematian bersih yaitu angka kematian lebih dari 48 jam dirawat atau angka kematian setelah dua hari dirawat mulai tahun 2005 sampai dengan 2008 selalu lebih dari 25 kematian per 1.000 penderita . Pada tahun 2005 NDR mencapai 29 per1.000 penderita sedang pada tahun 2008 sebayak 26 penderita per 1.000 penderita. Sedangkan Standar NDR yang ditolerir adalah kurang dari 25 per 1.000 penderita. Dari GDR (Gross Death Rate) atau angka kematian umum yaitu angka kematian umum untuk tiap-tiap 1.000 penderita keluar. Nilai GDR yang ditolerir adalah 45 per 1.000 penderita sedangkan GDR RSUD Serang Tahun 2008 adalah 55 per 1.000 penderita bahkan pada tahun 2006 GDR mencapai 65 per 1.000 penderita (Profil RSUD Serang 2009).
RSUD Serang pada Kamis, 11 Februari 2010 kembali mendapat sorotan DPRD, masyarakat dan elemen mahasiswa, menyusul meninggalnya bayi berusia lima bulan bernama Muhammad Aldi yang disebabkan keterlambatan penanganan dari petugas RSUD. Pihak RSUD dinilai lamban dan diskriminatif dalam memberikan penanganan terhadap pasien yang berasal dari keluarga miskin. Bagi masyarakat hal ini bukanlah satu-satunya kasus, sudah banyak kasus serupa tetapi baru kali ini tersebar luas oleh media. DPRD dalam rapat internal komisi untuk menindaklanjuti masalah ini dan supaya pelayanan RSUD diperbaiki ( Radar Banten, 13 Februari 2010).
Berdasarkan pada Latar Belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan RSUD Serang

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan RSUD Serang ?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui persepsi msyarakat terhadap kualitas pelayanan RSUD Serang.

D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan, sumbangan dan pertimbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan , khususnya di bidang pelayanan publik.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal ini RSUD Serang, Banten, terutama dalam memberikan pelayanan di bidang kesehatan kepada masyarakat.

II. Landasan Teoritis
A. Konsep Pelayanan
Terkait dengan penelitian ini, maka konsep awal yang akan menjadi perhatian adalah konsep dari pelayanan itu sendiri. Definisi Pelayanan yang sangat sederhana diberikan oleh Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby yaitu “ Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatannya” (dalam Ratminto dan Winarsih, 2008: 2). Definisi lain tentang pelayanan disampaikan oleh Gronroos sebagaimana dikutip dibawah ini :
“ Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksud untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan” (dalam Ratminto dan Winarsih, 2008: 2)

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa ciri pokok pelayanan adalah tidak kasat mata atau tidak dapat diraba dan melibatkan upaya manusia (karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahaan penyelenggara pelayanan.
Schmenner (2004) mengklasifikasikan pelayanan kedalam empat area, yaitu :
(1) Service Factory, low relative trough put time, long degree of variation (eg. Airlines, express trucking, hotels, restaurant and recreations )
(2) Service Shop, low relative through put and high degree variation ( eg hospitals, traditional restaurant )
(3) Mass Service , high relative through put time and low degree of variation (eg. Retail, banking and schools )
(4) Professional Service, high relative through put time and high degree of variation (eg. Law firms, accounting firms and medical clinics) (dalam Olorunniwo, 2006 : 108 )

Berdasarkan klasifikasi tersebut rumah sakit termasuk pada Service Shop, dimana pekerjaannya relative rendah tetapi memiliki tingkatan variasi yang tinggi.
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit merupakan bentuk pelayanan jasa. Kotler (2003) mendefinisikan pelayanan jasa sebagai berikut :
“ A Service is any act or performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything. Its production may not be tied to a physical product” (dalam Arief, 2007: 13).
Menurut Kotler jasa adalah interaksi atau penampilan dari satu pihak yang diserahkan oleh kepada pihak lain dimana hal tersebut tidak berwujud dan tidak dipengaruhi oleh bentuk fisik. Philip Kotler(2003) menyebutkan bahwa pada umumnya terdapat empat karakteristik jasa yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Intangibility, karena jasa tidak berwujud, biasanya jasa dirasakan secara subyektif dan ketika jasa dideskripsikan oleh pelanggan, ekspresi seperti pengalaman, kepercayaan, perasaan dan keamanan adalah tolak ukur yang dipakai.
2. Inseparability, karena jasa merupakan serangkaian aktivitas atau proses dimana produksi dan konsumsi dilakukan secara simultan, maka tidak ada pra produksi untuk mengontrol kualitas lebih awal sebelum dijual atau dikonsumsi. Misalnya jasa seorang dokter hampir s emuanya diproduksi pada saat pasien hadir dan menerima jasa tersebut.
3. Perishability, karakteristik yang menyatakan bahwa tidak memu ngkinkan untuk menyimpan jasa seperti barang.
4. Variability, karena proses produksi dan proses penyampaian dilakukan oleh manusia sedang manusia memiliki sifat yang tidak konsisten, sehingga penyampaian suatu jasa belum tentu sama terhadap tiap-tiap pelanggan (dalam Arief, 2007 : 20-21).

B. Pelayanan Publik
Pengertian lain dari Pelayanan Publik adalah “Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan” (Mahmudi, 2005: 229).
Menurut Lewis (2005: 9) ruang lingkup pelayanan publik dapat dilihat dari pernyataan berikut,
“ Public Service refers to agencies and activities tending toward the public side of the continuum. In actuality there is no clear division between public and private. Public service includes quasy governmental agencies and the many non profit organization devoted to community services and to the public interest”.

Pelayanan publik mengacu pada agen dan serangkaian aktivitas yang diarahkan pada sisi publik. Sesungguhnya tidaklah jelas pembagian antara publik (umum) dan private. Pelayanan publik meliputi agen semi pemerintah dan banyak organisasi non profit yang mencurahkan perhatiannya pada pelayanan masyarakat dan kepentingan umum. Posisi pelayanan publik digambarkan sebagai berikut :










Gambar 1. The Public Private Continum
Sumber : Lewis, 2005, The Ethics Challenge in Public Service : A Problem Solving Guide Second Edition, halaman 10

Gambar diatas menunjukkan bahwa pelayanan publik bersifat semi pemerintah dan swasta. Pelayanan umum dapat juga dilakukan oleh pihak swasta, seperti rumah sakit atau pasar.
Azas-azas dan Prinsip pelayanan yang ada saat ini harus dilandaskan pada paradigma baru dalam administrasi negara, yaitu paradigm New Public Service dan meninggalkan prinsip administrasi klasik. Menurut Denhardt dan Denhardt (2007 : 42-43 ) administrasi publik harus :
1. Service citizen not customers, public servant do not morely respond to demands of “customers” but rather focus on building relationships of trust and collaboration with among citizens.
2. Seek the public interest, public administrator must contribute to building a collective, shared notion of the public interest. The goal is not to find quick solution driven by individual choise. Rather it is the creation of shared interest and shared responsibility.
3. Value citizenship over entrepreneurship, The public interest is better advanced by public servants and citizens commited to making meaningful contributions to society than by entrepreuneurial managers acting as if public money were their own.
4. Think strategically, act democratically, Policies and programs meeting public needs can be mos effectively and responsibly achieved through collective efforts and collaborative processes
5. Recognize that accountability isn’t simple , Public servants should be attentive to more than the market; they should also attend to statutory and constitutional law, community values, political norms. Professional standards and citizens interest.
6. Serve rather than steer, It is increasingly important for public servants to use shared, value based leadership in helping citizens articulate and meet their shared interest rather than attemting to control or steer society in new directions.
7. Value people, not just productivity, Public organization and the networks in which they participate are more likely to be successful in the long run if they are operated through processes of collaboration and shared leadership based on respect for all people.

C. Kualitas Pelayanan
a. Pengertian Kualitas
Menurut Goetsh dan Davis (1994) dalam Arief (2007:117) kualitas merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sementara menurut Philip Kotler (1999) kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.
Sehubungan dengan kualitas jasa Gronroos (1984) mengidentifikasikan adanya dua komponen dasar dalam kualitas jasa, yaitu kualitas teknis dan kualitas fungsional. Kualitas teknis adalah elemen yang relative mudah diukur secara obyektif, baik oleh konsumen maupun oleh perusahaan sebagai penyedia jasa. Sebagai contoh lamanya waktu antri, menunggu panggilan dan lain-lain. Interaksi antara konsumen dan penyedia jasa menuntut kualitas fungsional seperti lingkungan tempat mengantri, penanganan terhadap keterlambatan jadwal dan lain-lain. Setiap konsumen pengguna jasa akan menilai kualitas jasa yang diberikan berdasarkan kualitas teknis dan kualitas fungsional. Persepsi terhadap kualitas jasa dapat dilihat pada gambar berikut :






















Gambar 2. Model Persepsi Kualitas Jasa
Sumber : Arief, 2007. Pemasaran Jasa dan Kualitas Pelayanan, Bayumedia Publishing, Jakarta.

Persepsi sosial menurut Faturrochman (2006 :30) adalah proses pembentukan kesan (impresi) tentang karakteristik orang lain. Tetapi pembentukan kesan tidak hanya sekedar menilai karakteristik seseorang tetapi juga terkait dengan sebuah proses.
Valerie A. Zeithaml, Parasuraman dan Leonard L.Berry dalam bukunya Delivering Quality Service Balancing Customer Perceotuonas and Expectation (1990) mengemukakan penelitiannya bahwa ada sepuluh kriteria atau dimensi variable yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pelayanan, yaitu Ten Dimension of SERQUAL (SERvice QUALity) meliputi :
1. Fasilitas Fisik (tangible) bukti fisik yang dapat dirasakan , bias berupa fasilitas, peralatan yang digunakan,representasi fisik dari jasaseperti kartu kredit, meliputi hal-hal :
a. Kenyamanan ruangan (udara sejuk, tempat duduk.
b. Ketersediaan Fasilitas penunjang (komputer dan lain-lain)
c. Ketersediaan tempat parkir
d. Penampilan pegawai
e. Kebersihan Toilet
2. Reliabilitas (reliability)/keterandalan mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability) hal ini berarti perusahan memberikan jasanya tepat sejak awal (right the first time). Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati, meliputi :
a. Ketepatan dalam memenuhi janji yang diberikan
b. Keandalan proses pelayanan
3. Responsivitas (responsiveness)/ketanggapan yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan, meliputi hal-hal berikut :
a. Ketanggapan petugas dalam menangani masalah
b. Ketersediaan petugas menjawab pertanyaan konsumen
c. Ketersediaan petugas keamanan (satpam) membantu konsumen
4. Kompetensi (competency)/kemampuan, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu, meliputi hal-hal berikut :
a. Pengetahuan pegawai tentang produk/jasa yang ditawarkan
b. Keterampilan petugas
c. Kecepatan pelayanan
d. Keragaman Produk/jasa yang disediakan/ditawarkan
e. Keakuratan data/informasi yang diberikan kepadakonsumen
5. Tata Krama (Courtesy)/kesopanan meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan yang dimiliki para contact personnel seperti resepsionis, operator telepon dan lain-lain yang meliputi :
a. Keramahan dan sopan santun pegawai dalam melayani konsumen
b. Keramahan petugas satpam dalam menjaga keamanan perusahaan
c. Kesopanan penampilan pegawai (pakaian,sikap)
6. Kredibilitas (credibility) yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi, contact personnel dan interaksi dengan pelanggan, meliputi tiga hal :
a. Status kepemilikan perusahaan
b. Kinerja manajemen perusahaan
c. Reputasi manajemen perusahaan
7. Keamanan (security) yaitu aman dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi tiga hal :
a. Keamanan fasilitas fisik perusahaan
b. Keamanan dalam melakukan bisnis dengan perusahaan
c. Keamanan dari gangguan tindak kejahatan
8. Akses (acces), yaitu kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi yang mudah dihunbi dan lain-lain, meliputi :
a. Mudah akses ke perusahaan
b. Kemudahan menemui petugas/pejabat perusahaan yang diperlukan
c. Tersedianya sarana telekomunikasi (telepon, faksimil, dan teleks)
9. Komunikasi (communication), artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan yang meliputi hal-hal berikut:
a. Kejelasan tentang produk dan jasa layanan yang ditawarkan
b. Informasi yang cepat dan tepat tentang perusahaan tariff dan ketentuan
c. Adanya komunikasi dua arah
d. Penyampaian informasi melalui iklan dan advertensi.
10.Perhatian pada pelanggan (understanding the customer), yaitu usaha untuk memahami kebutuhan yang meliputi hal-hal brikut :
a. Kemampuan pegawai dalam memberikan saran, pendapat sesuai dengan kondisi konsumen
b. Pemahaman terhadap kebutuhan konsumen/pelanggan
c. perhatian terhadap konsumen inti (pelanggan utama)(dalam Arief, 2007: 125-128)

III. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian adalah metode penelitian survai. Penelitian ini adalah berbentuk deskriptif kuantitatif.
Lokasi Penelitian ini adalah di Rumah Sakit Umum Daerah Serang, Kota Serang, Banten. Sasaran penelitian ini adalah masyarakat pengguna pelayanan atau keluarganya yang datang ke RSUD Serang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan .Sumber Data dan Cara Menentukan Sampel adalah sumber data primer,yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2006: 156). Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil kuesioner, wawancara serta observasi. Selain data primer, juga digunakan data sekunder,
merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data (Sugiyono, 2006: 156). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen yang berupa catatan-catatan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pengguna pelayanan yang berusia diatas 17 tahun atau sudah menikah yang ditemui oleh peneliti pada saat penelitian. Populasi penelitian ini adalah sebanyak 221.713, Dengan berdasarkan pada populasi tersebut dengan melihat pada tabel Issac dan Michael dengan tingkat kesalahan 10% diperoleh jumlah sampel adalah 270 orang. Karena RSUD Serang memiliki 29 unit pelayanan maka sample dibagi secara group /cluster proportional random sampling. Untuk menentukan responden dilakukan dengan insidental, jadi responden yang diwawancarai adalah yang ditemui oleh peneliti pada saat penelitian. Metode Pengumpulan Data dalam penelitian ini menggunakan kusioner, dokumentasi, wawancara dan obeservasi. Sedang metode analisis yang digunakan adalah distribusi frekuensi.

IV. Hasil dan Pembahasan
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Kondisi Geografis
Kabupaten Serang berada di pusat kota yang sangat strategis, karena keberadaannya pada sentra industri, baik industri berat maupun industri ringan. Luas wilayah Kabupaten Serang secara administratif tercatat 1.467,35 Km².
Secara Geografis Kabupaten Serang terletak diantara 5º50’ - 6º21’ LS dan antara 105º7’ - 106º22’ BT. Secara administrasi Kabupaten Serang terbagi atas 28 wilayah kecamatan dan 308 Desa dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 1
Luas Wilayah dan Jumlah Desa Di Kabupaten Serang Tahun 2009

No Kecamatan Luas
(Km2) Jumlah Desa
1. Anyar 56,81 10
2. Balaraja 25,18 8
3. Baros 44,07 14
4. Binuang 26,17 7
5. Bojonegara 30.30 10
6. Carenang 36,40 10
7. Cikande 50,53 12
8. Cikeusal 88,25 15
9. Cinangka 111,47 13
10. Ciomas 48,53 10
11. Ciruas 40,61 16
12. Gunung Sari 48,60 7
13. Jawilan 38,95 9
14. Kibin 33,51 9
15. Kragilan 51,56 14
16. Kramatwatu 48,59 14
17. Kopo 44,64 10
18. Mancak 74,03 13
19. Pabuaran 79,14 7
20. Padarincang 99,12 13
21. Pamarayan 41,92 9
22. Petir 46,94 12
23. Pontang 64,85 15
24. Pulo Ampel 32,56 9
25. Tanara 49,30 9
26. Tirtayasa 64,46 14
27. Tunjung Teja 39,52 8
28. Waringin Kurung 51,29 11
Jumlah 1.467,35 308
Sumber : Profil Kabupaten Serang 2009
b. Kependudukan
Pada tahun 2008 jumlah penduduk Kabupaten Serang adalah 1.336.605 jiwa, dengan pertumbuhan penduduk 1.74 % . Komposisi penduduk menurut jenis kelamin berdasarkan Sensus Penduduk Kabupaten Serang tahun 2008 menunjukkan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 680.104 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 656.501 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga sebanya 313.925 KK . Sex rasio di kabupaten Serang adalah 101, berarti pada setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 101 orang laki-laki. Kepadatan penduduk Kabupaten Serang pada tahun 2008 adalah 1.024,74/Km2.
Berdasarkan komposisi umur penduduk Kabupaten Serang tergolong struktur penduduk umur muda karena 64 % berumur dibawah 14 tahun. Jumlah penduduk Kabupaten Serang menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut :









Tabel 2
Jumlah Penduduk di Kabupaten Serang Tahun 2008 Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
0 - 4 tahun 69.103 53.987 123.090
5 - 9 tahun 82.727 72.933 155.660
10 - 14 tahun 81.294 80.488 161.782
15 - 19 tahun 90.838 87.804 178.642
20 - 24 tahun 49.124 50.604 99.728
25 - 29 tahun 47.693 54.616 102.309
30 - 34 tahun 48.979 52.146 101.125
35 - 39 tahun 50.326 51.407 101.733
40 - 44 tahun 43.647 41.462 85.109
45 - 49 tahun 36.619 32.477 69.096
50 - 54 tahun 28.064 25.985 54.049
55 - 59 tahun 19.765 18.867 38.632
60 - 64 tahun 18.404 16.464 34.868
≥ 65 tahun 13.521 17.261 30.782
Jumlah 680.104 656.501 1.336.605
Sumber : Profil Kabupaten Serang 2009
Berdasarkan mata pencahariannya 33,16 % penduduk bekerja di sektor pertanian, 19,27 % di sektor perdagangan, hotel dan restoran, 13,22 % di sektor industri, 15,16 % di sektor jasa, 3,20 % di sector angkutan dan komunikasi dan 15,99 % disektor lain-lain seperti kontruksi, pertambangan, galian, listrik dan gas.
Berdasarkan tingkat pendidikan, gambaran tingkat pendidik penduduk Kabupaten Serang tahun 2008 adalah sebagai berikut :













Tabel 3
Tingkat Pendidikan Penduduk Kabupaten Serang Tahun 2008

Tingkat Pendidikan
Jumlah
Persentase
Tidak/Belum Sekolah 273.025 20,43 %
Belum Tamat SD 47.847 3,58 %
Tamat SD 665.081 49,76 %
SLTP Sederajat 201.114 15,05 %
SLTA Sederajat 129.354 9,68 %
Diploma I/II 5.673 0,42 %
Akademi/Diploma III/ Sarjana Muda 5.244 0,39 %
Diploma IV/ Strata 1 8.710 0,65 %
Strata II 390 0,03 %
Strata III 167 0,01 %
Jumlah 1.336.605 100 %
Sumber : Profil Kabupaten Serang Tahun 2009

c. Rumah Sakit Umum Daerah Serang
Rumah Sakit Umum Serang adalah Rumah Sakit Kelas B Non pendidikan sebagai pusat rujukan Rumah Sakit sewilayah Provinsi Banten yang mencakup Lebak, Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang serta Kota Cilegon dituntut untuk dapat melakukan pelayanan secara professional.
Tugas Pokok dari Rumah Sakit Umum Daerah Serang yaitu melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan upaya penyembuhan pemulihan yang dilaksankan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan.
Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut Rumah Sakit Umum Daerah Serang mempunyai fungsi yang dijabarkan melalui program-program berikut :
1. Penyelenggaraan pelayanan medis
2. Penyelenggaraan pelayanan penunjang
3. Penyelnggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan
4. Penyelenggaraan pelayanan rujukan
5. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan
6. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan
7. Penyelenggaraan Administrasi Umum dan Keuangan
d. Visi, Misi dan Tujuan RSUD Serang
Untuk melaksanakan kegiatannya RSUD mempunyai visi yaitu : “ Terwujudnya Rumah Sakit Umum Daerah Serang yang amanah dan professional menuju pelayanan prima 2010 “
Untuk mencapai visi tersebut RSUD Serang memiliki misi, yaitu :
1. Memantapkan dan meningkatkan pelayanan yang mudah, singkat, sederhana dan terjangkau.
2. Berperan aktif mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Serang.
3. Meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Serang.
4. Melaksanakan dan Mengembangkan pelayanan khusus kegawatdaruratan di bidang kecelakaan industri dan lalu lintas (trauma center), serta penanggulangan Kejadian Luar Biasa penyakit maupun bencana.
5. Meningkatkan kualitas pelayanan perawatan ibu dan anak.
6. Meningkatkan kualitas dan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak mampu/ gakin.
7. Mengembangkan dan memperluas akses pelayanan.
8. Memantapkan manajemen rumah sakit yang transparan dan akuntabel.
9. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia rumah sakit sesuai dengan keahliannya.
10. Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit.
Disamping memiliki Visi dan Misi RSUD mempunyai tujuan :
1. Meningkatkan Pelayanan Prima kepada Masyarakat.
2. Meningkatkan fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan dan kemajuan teknologi.
3. Meningkatkan SDM yang professional dan responsive terhadap kemajuan teknologi.
4. Meningkatkan manajemen Rumah Sakit yang professional, transparan dan akuntabel.

a. Struktur Organisasi
RSUD Serang dipimpin oleh seorang Direktur. Direktur RSUD dibantu oleh dua orang wakil direktur, yaitu : Wakil Direktur Pelayanan dan Wakil Direktur Umum dan Keuangan. Tiap Wakil Direktur memiliki tanggung jawab atas beberapa bidang. Wakil Direktur Pelayanan, membawahi bidang pelayanan medis, pelayanan keperawatan. Kepala Bidang pelayanan medis membawahi seksi pelayanan medis dan seksi penunjang medis. Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan membawahi seksi asuhan keperawatan dan seksi etika mutu keperawatan.
Wakil Direktur Umum dan Keuangan membawahi Bagian Umum dan Bagian Keuangan. Kepala Bagian Keuangan membawahi sub bagian perbendaharaan, sub bagian angaran dan sub bagian akuntansi. Sedang Kepala bagian Umum membawahi sub bagian sekretariat dan rumah tangga, sub bagian program dan evaluasi dan sub bagian kepegawaian dan diklat. Selain itu dalam struktur organisasi RSUD Serang juga terdapat Dewan Penyantun, Satuan Pengawas Intern, Komite Medis Fungsional dan Staf Medis Fungsional.

b. Sumber Daya Manusia RSUD Serang
Jumlah Tenaga Kerja seluruhnya di RSUD Serang berdasarkan Profil RSUD Serang Tahun 2009 adalah 853 orang tenaga kerja, yang terdiri dari :
A. Tenaga Kesehatan berjumlah 561 orang, terdiri dari :
a. Tenaga medis : 67 orang
b. Tenaga Keperawatan : 393 orang
c. Tenaga Kefarmasian : 22 orang
d. Tenaga Gizi : 10 orang
e. Tenaga Keterapian Fisik : 6 orang
f. Tenaga Kesehatan Masyarakat : 28 orang
g. Tenaga Keteknisan Medis : 35 orang
B. Tenaga Non kesehatan terdiri dari 292 orang, terdiri dari :
a. Sarjana Adm, Hkm, Agama : 33 orang
b. Sarjana Muda/D3 : 4 orang
c. Tenaga SLTA : 197 orang
d. Tenaga SLTP kebawah : 58 orang

B. Hasil Penelitian
a. Karakteristik Responden Penelitian
Karakteristik Responden dimaksudkan untuk mengetahui dengan jelas karakteristik dan identitas bagaimana responden dalam penelitian kita. Karakteristik responden dapat disampaikan sebagai berikut :
1) Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa sebaran responden berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut :

Tabel 4
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No.. Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1. Laki-Laki 141 50,4 %
2. Perempuan 139 49,6 %
Jumlah 280 100 %
Sumber : Data primer diolah
Dari 280 orang responden yang menjadi penelitian ini, responden yang berjenis kelamin laki-laki adalah 141 orang atau 50,4%. Sedangkan responden perempuan berjumlah 139 orang atau 49,6 %.


2) Responden Berdasarkan Umur
Karakteristik responden yang kedua adalah berdasarkan umur. Tabel berikut menjelaskan sebaran atau distribusi responden berdasarkan umur.




Tabel 5
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur Jumlah Persentase
16 2 0,7 %
17 4 1,4 %
18 14 5,0 %
19 8 2,9 %
20 9 3,2 %
21 7 2,5 %
22 9 3,2 %
23 14 5,0 %
24 12 4,3 %
25 22 7,9 %
26 8 2,9 %
27 11 3,9 %
28 11 3,9 %
29 6 2,1 %
30 20 7,1 %
31 9 3,2 %
32 10 3,6 %
33 3 1,1 %
34 2 0,7 %
35 10 3,6 %
36 4 1,4 %
37 6 2,1 %
38 6 2,1 %
39 2 0,7 %
40 17 6,1 %
41 2 0,7 %
42 4 1,4 %
43 1 0,4 %
44 5 1,8 %
45 7 2,5 %
46 2 0,7 %
47 3 1,1 %
48 1 0,4 %
49 1 0,4 %
50 6 2,1 %
51 4 1,4 %
52 1 0,4 %
54 2 0,7 %
55 2 0,7 %
56 3 1,1 %
58 1 0,4 %
62 1 0,4 %
63 1 0,4 %
65 1 0,4 %
66 2 0,7 %
67 1 0,4 %
70 2 0,7 %
76 1 0,4 %
Total 280 100 %
Sumber : Data primer diolah

Distribusi frekuensi umur responden menunjukkan bahwa usia responden cukup bervariasi dimana usia terendah adalah 16 tahun dan usia tertinggi adalah 76 tahun. Demikian juga dengan jumlah responden yang memiliki usia-usia tersebut. Dengan demikian, dari 280 responden yang berusia 43, 48, 49, 52, 58, 62.63, 65, 67 dan 76 tahun hanya 1 orang responden (0,4 persen). Usia 16, 34, 39, 41, 46, 54, 55, 66 dan 70 tahun dimiliki oleh 2 orang responden atau (0,7 persen). Usia 33, 47 dan 66 tahun dimiliki oleh 3 orang responden (1,1 persen). Usia 17, 36, 42 dan 51 tahun dimiliki oleh 4 responden (1,4 persen). Usia 29, 37, 38 dan 50 tahun dimiliki oleh 6 orang responden (2,1 persen). Usia 21 dan 45 tahun dimiliki oleh 7 orang responden (2,5 persen). Usia 19 dan 26 tahun dimiliki oleh 9 orang responden (3,2 persen). Usia 32 dan 35 tahun dimiliki oleh 10 responden (3,6 persen). Usia 27 dan 28 tahun dimiliki oleh 11 responden (3,9 persen). Usia 24 tahun dimiliki oleh 12 responden (4,3 persen). Usia18 dan 23 tahun dimiliki oleh 14 orang responden (5,0 persen). Usia 40 tahun dimiliki oleh 17 orang responden (6,1 persen). Usia 30 tahun dimiliki oleh 20 orang responden (7,1 persen) sedangkan usia 25 tahun dimiliki oleh 22 orang responden (7,9 persen.

3) Responden Berdasarkan Pekerjaan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebaran responden berdasarkan pekerjaan adalah sebagai berikut :







Tabel 6
Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah Persentase
1. PNS 54 19,3 %
2. Pedagang 5 1,8 %
3. Petani 1 0,4 %
4. Buruh 13 4,6 %
5. Wiraswasta 61 21,8 %
6. Pegawai Swasta 44 15,7 %
7. Ibu Rumah Tangga 58 20,7 %
8. Pelajar/Mahasiswa 32 11,4 %
9. Pensiunan PNS 9 3,2 %
10. Tidak bekerja 2 1,1 %
280
100 %
Sumber : Data primer diolah

Responden penelitian ini berasal dari pekerjaan yang beragam. Jumlah responden terbesar adalah dengan status pekerjaan sebagai wiraswasta yaitu 61 orang atau 21,8 %. Diikuti oleh responden yang berstatus sebagai ibu rumah tangga, yaitu sebanyak 58 orang atau 20,7 %. Selanjutnya responden yang bekerja sebagai PNS yaitu berjumlah 54 orang atau 19,3 %. Sedangkan jumlah responden terkecil adalah responden yang bekerja sebagai petani yaitu hanya 1 orang atau 0,4 %., selanjutnya adalah responden dengan status tidak bekerja.

4) Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Responden penelitian ini berasal dari tingkatan pendidikan yang berbeda. Dalam Penelitian dikelompokkan dalam 5 tingkatan, yaitu tidak sekolah, SD atau tamat SD/MI, SLTP/MTS, SLTA/MA/SMK, D2/D3, S1, S2. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7
Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1. Tidak Sekolah 5 1,8 %
2. SD/MI 34 12,1 %
3. SLTP/MTS 28 10,0 %
4. SLTA/MA/SMK 142 50,7 %
5. Diploma 15 5,4 %
6. S1 51 18,2 %
7. S2 5 1,8 %
Jumlah 280 100 %
Sumber : Data primer diolah
Distribusi frekuensi pendidikan terakhir responden menjelaskan bahwa dari 280 responden penelitian, 5 di antaranya (1,8 persen) tidak sekolah. 34 responden (12,1 persen) hanya berpendidikan Sekolah Dasar. Sementara sebanyak 28 orang responden (10,0 persen) telah menempuh pendidikan SLTP. Sebanyak 142 responden (50,7 persen) berpendidikan setingkat SLTA. 15 orang responden (5,4 persen) berpendidikan Diploma. Sebanyak 51 orang responden (18,2 persen) berpendidikan Sarjana, sedangkan 5 responden penelitian (1,8 persen) telah menempuh pendidikan Magister. Komposisi pendidikan terakhir yang telah ditempuh oleh responden tersebut menggambarkan bahwa lebih dari separuh responden dalam penelitian ini telah menempuh pendidikan setingkat SLTA.

5) Responden Berdasarkan Jenis Pelayanan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui sebaaran responden berdasarkan jenis pelayanan yang dimanfaatkan adalah sebagai berikut :




Tabel 8
Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Pelayanan
No. Pelayanan Jumlah Persentase
1. Rawat inap 27 9,6 %
2. Penyakit dalam 21 7,5 %
3. Bedah umum 6 2,1 %
4. Poli Anak 17 6,1 %
5. Kandungan 8 2,9 %
6 Pelay KB 2 0,7 %
7. Bedah Syaraf 2 0,7 %
8. P.Syaraf 10 3,6 %
9. P.Jiwa 2 0,7 %
10. Poli THT 9 3,2 %
11. P.Mata 10 3,6 %
12. P.Kulit Kelamin 10 3,6 %
13. Orthodenti 2 0,7 %
14. Bedah mulut 1 0,4 %
15. P.Gigi 5 1,8 %
16. P.Jantung 29 10,4 %
17. Bedah Orthopedi 8 2,9 %
18. P.Paru 13 4,6 %
19. P.Terate 2 0,7 %
20. MPK/MCU 5 1,8 %
21. IRD 24 8,6 %
22. IRM 9 3,2 %
23. P.Endokrin 6 2,1 %
24. P.Gizi 3 1,1 %
25. IHD 3 1,1 %
26. Poli ODS 2 0,7 %
27. P.Pegawai 4 1,4 %
28. Laboratorium 21 7,5 %
29. Radiologi 19 6,8 %
Total 280 100 %
Sumber : Data Primer Diolah

Responden penelitian ini diambil secara proporsional dari seluruh pelayanan yang ada di RSUD Serang. Jumlah Responden terbesar adalah pada Poli jantung dengan jumlah responden sebanyak 29 orang. Terbanyak kedua adalah pada pasien Rawat Inap sebanyak 27 orang pasien , dan terbanyak ketiga adalah pada Instalasi Rawat darurat (IRD) yaitu sebanyak 24 responden. Dalam grafik sebaran responden dapat dilihaat sebagai berikut ini :


Gambar 3. Grafik Responden Berdasarkan Jenis Pelayanan
Sumber : Data primer diolah

6) Responden Berdasarkan Jenis Fasilitas Pembiayaan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui sebaran responden berdasarkan jenis fasilitas pembiayaan adalah sebagai berikut :

Tabel 9
Sebaran Responden Berdasarkan Fasilitas Pembiayaan

No Fasilitas Biaya Jumlah Persentase
1. Askes 98 35,0 %
2. Jamkesmas/Askeskin 35 12,5 %
3. Jamsostek 4 1,4 %
4. Asuransi Perusahaan 12 4,3 %
5. Umum 131 46,8 %
Jumlah 280 100 %
Sumber : Data Penelitian Diolah
Fasilitas Pembiayaan yang dilakukan oleh pengguna pelayanan berbeda-beda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka Fasilitas Pembiayaan yang digunakan terbagi dalam 5 kelompok besar yaitu : Askes, Jamkesmas/Askeskin, Jamsostek, Asuransi kesehatan dari perusahaan dan Umum. Sebaran responden berdasarkan fasilitas pembiayaan terbesar adalah pasien umum sebanyak 131 responden, kemudian Askes sebanyak 98 responden dan selanjutnya adalah Jamkesmas/Askeskin sebanyak 35 responden.

b. Analisis Distribusi Frekuensi
1) Tangibles
Merupakan penampilan dari fasilitas fisik dalam hal ini dilihat dari kenyamanan ruang tunggu pasien.
Tabel 10
Persepsi Masyarakat Terhadap Kenyamanan Ruang Tunggu

Kategori Frekuensi Persentase
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang Baik
Sangat Kurang Baik 33
174
27
44
2 11,8 %
62,1 %
9,6 %
15,7 %
0,7 %
Sumber : Data Primer Diolah
Dari tabel diatas dapat di katakan bahwa penampilan fisik yang berupa kenyamanan ruangan sudah dapat dikatakan baik karena sebagian besar yaitu sebanyak 174 atau 62,1 % responden menjawab baik. Akan tetapi masih terdapat 44 orang (15,7%) menjawab kurang baik dan 2 orang (0,7%) menjawab sangat kurang baik. Hal ini disebabkan karena keterbatasan tempat duduk di ruang tunggu.

2) Reliability/Keterandalan
Adalah kemampuan untuk memberikan jasa yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya


Tabel 11
Persepsi Masyarakat terhadap kemampuan memberikan jasa yang dapat dipercaya

Kategori Frekuensi Persentase
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang Baik
Sangat Kurang Baik 50
153
65
10
2 17,9 %
54,6 %
23,2 %
3,6 %
0,7 %
Sumber : data primer diolah

Dari tabel tersebut dapat dikatakan bahwa persepsi masyarakat akan kemampuan RSUD Serang dalam memberikan jasa yang dapat dipercaya 50 orang (17,9 %) sangat baik, 153 orang (54,6%) adalah baik, 65 orang (23,2%) adalah cukup, 10 Orang (3,6%) kurang baik dan 2 orang (0,7%) sangat kurang baik atau buruk.Masih adanya masyarakat yang berpersepsi bahwa keterandalan RSUD Serang kurang baik bahkan sangat kurang baik, karena keterbatasan alat sehingga pasien harus dirujuk ke Rumah Sakit yang lebih besar untuk kasus-kasus tertentu.
3) Responsiveness/ Daya tanggap
Adalah kesediaan untuk membantu pengguna layanan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap.

Tabel 12
Persepsi masyarakat terhadap ketanggapan RSUD Serang dalam menangani pasien
Kategori Frekuensi Persentase
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang Baik
Sangat Kurang Baik 35
130
74
39
2 12,5 %
46,4 %
26,4 %
13,9 %
0,7 %
Sumber : Data Primer Diolah
Dari tabel tersebut diketahui bahwa persepsi masyarakat akan ketanggapan dalam menangani pasien 35 orang (12,5%) menyatakan sangat baik, 130 orang (46,4%) menyatakan baik, 74 orang (26,4%) menyatakan cukup, 39 orang (13,9%) menyatakan sangat kurang baik atau buruk. Masih adanya masyarakat yang menyatakan bahwa daya tanggap masih kurang baik adalah bahwa kurang tanggapnya penangan di ruang ICU, hal ini juga dapat dikaitkan dengan tingkat GDR (Gross Death Ratio ) yang mencapai 390/1000 pasien. Jadi setiap 1000 orang yang ditangani di ICU, 390 orang meninggal dunia sebelum 48 jam ditangani.

4) Competence/Kompetensi
Adalah menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai dengan yang disyaratkan dalam memberikan pelayanan
Tabel 12
Persepsi Masyarakat terhadap Kompetensi yang dimiliki Pegawai RSUD Serang

Kategori Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang Baik
Sangat Kurang Baik 32
176
61
8
3 11,4 %
62,9 %
21,8 %
2,9 %
1,1 %
Total 280 100 %
Sumber : Data Primer Diolah
Dari tabel diatas diketahui bahwa persepsi masyarakat atas kompetensi yang dimiliki oleh pegawai RSUD Serang 32 orang (11,4%)mengatakan sangat baik,176 orang (62,9) menyatakan baik, 61orang (21,8%) menyatakan cukup, 8 orang (2,9%) kurang baik, dan 3 orang (1,1%) menyatakan sangat kurang baik. Sebagian besar menyatakan bahwa kompetensi yang dimiliki pegawai sudah sesuai dengan pekerjaan. Hal ini karena rumah sakit adalah birokrasi professional yang menuntut adanya kompetensi yang sesuai dengan pekerjaannya.

5) Courtesy
Adalah kesopanan, rasa hormat, bijaksana dan bersahabat sebagai orang yang dihubungi.
Tabel 13
Persepsi Masyarakat terhadap keramahan dari petugas RSUD Serang

Kategori Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang Baik
Sangat Kurang Baik 52
205
19
3
1 18,6 %
73,2 %
6,8 %
1,1 %
0,4 %
Total 280 100 %
Sumber : Data Primer Diolah
Dari tabel tersebut diketahui bahwa persepsi masyarakat terhadap keramahan dan kesopanan petugas RSUD Serang adalah 52 orang (18,6%) adalah sangat baik, 205 orang (73,2%) adalah baik, 19 orang (6,8%) adalah cukup, 3 (1,1) orang menyatakan kurang baik dan 1 orang (0,4%) sangat kurang baik. Jadi sebagian besar masyarakat berpersepsi bahwa pegawai RSUD Serang melayani pasien dengan ramah. Tingginya persepsi ini tidak terlepas dari visi dan misi RSUD yaitu terwujudnya RSUD Serang yang amanah, professional dan menuju pelayanan prima 2010, sehingga tujuan RSUD yang pertama adalah meningkatkan pelayanan “Prima” kepada masyarakat.

6) Credibility
Adalah layak dipercaya dan kejujuran dari pemberi pelayanan. Dalam hal ini ditanyakan kepada responden adalah kejujuran dari petugas RSUD Serang dilihat dari kesesuaian biaya pelayanan dengan Perda.
Tabel 14
Persepsi masyarakat atas kejujuran petugas RSUD Serang

Kategori Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang Baik
Sangat Kurang Baik 31
105
107
31
6 11,1 %
37,5 %
38,2 %
11,1 %
2,1 %
Total 280 100 %
Sumber : Data Primer Diolah
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa persepsi masyarakat atas kejujuran petugas RSUD Serang adalah 31 orang (11,1%) sangat baik,105 orang (37,5%) adalah baik, 107 orang (38,2%) menilai cukup, 31 orang (11,1%) menilai kurang baik dan 6 orang (2,1%) menilai sangat kurang baik. Masih banyaknya masyarakat yang menilai kurang baik dan sangat kurang baik, dikarenakan tidak adanya informasi yang terbuka menyangkut biaya pelayanan dan harga obat sesuai dengan perda. Sebagian masyarakat tidak mengetahui tarif pelayanan yang sebenarnya berdasarkan Peraturan Daerah.
7) Security
Adalah bebas dari segala bahaya, resiko ataupun kekecewaan. Dalam hal ini pertanyaan yang diajukan menyangkut keamanan tempat parkir.
Tabel 15
Persepsi masyarakat terhadap keamanan tempat parkir di RSUD Serang
Kategori Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang Baik
Sangat Kurang Baik 37
136
54
44
9 13,2 %
48,6 %
19,3 %
15,7 %
3,2 %
Total 280 100 %
Sumber : Data Primer diolah
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa 37 orang (13,2%) menilai bahwa kemanan tempat parkir sangat baik, 136 orang (48,6%) menilai baik, 54 orang (19,3%) menilai cukup, 44 orang (15,7%) kurang baik, 9 orang (3,2) menilai sangat kurang baik. Keberadaan area parkir yang berada di luar gerbang RSUD dan tidak tampak dari pandangan pengguna layanan, menyebabkan beberapa masyarakat merasa bahwa keamanan tempat parkir masih kurang.

8) Acces
Mudah di dekati, dihubungi, keterjangkauan lokasi. Dalam hal ini adalah bagaimana lokasi RSUD Serang mudah dijangkau dengan kendaraan umum. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keterjangkauan lokasi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 16
Persepsi masyarakat terhadap Keterjangkauan lokasi RSUD

Kategori Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang Baik
Sangat Kurang Baik 95
166
9
9
1 33,9 %
59,3 %
3,2 %
3,2 %
0,4 %
Total 280 100 %
Sumber : Data Primer Diolah
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa persepsi masyarakat atas keterjangkauan lokasi RSUD Serang adalah 99 orang (33,9%) menilai sangat baik, 166 orang (59,3%) menilai baik, 9 orang (3,2%) menilai cukup, 9 orang (3,2%) menilai kurang baik dan 1 orang (0,4) sangat kurang baik. RSUD Serang dinilai sangat baik dan baik, karena lokasinya yang memang strategis di tengah-tengah, dapat ditempuh dengan angkutan kota dari segala jurusan.
9) Communication
Memberi informasi pada pengguna layanan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan didengar.

Tabel 17
Ketersampaian informasi yang disampaikan petugas RSUD Serang

Kategori Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang Baik
Sangat Kurang Baik 51
170
46
13
0 18,2 %
60,7 %
16,4 %
4,6 %
0
Total 280 100%
Sumber : Data primer diolah
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa informasi yang disampaikan oleh petugas informasi sebagian besar dapat diterima dengan baik, hal ini dapat dilihat pada jawaban mereka. 51 orang (18,2%) menilai sangat baik, 170 orang (60,7) menilai baik, 46 orang (16,4%) menilai cukup, 13 orang (4,6%) menilai kurang baik. Dari 13 orang yang menilai kurang baik karena petugas RSUD dalam hal ini di bagian pendaftaran seringkali memberikan jawaban yang singkat karena sibuk. Sementara kemampuan setiap orang dalam menanggapi suatu informasi adalah berbeda, karena latar belakang pendidikan yang berbeda.

10) Understanding the Customer
Adalah berusaha mengetahui pelanggan dan kebutuhannya, dalam hal ini adalah bagaimana perhatian petugas dalam hal ini dokter dan perawat memberikan perhatian pada pasiennya.
Tabel 18
Perhatian petugas terhadap kebutuhan pasien

Kategori Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang Baik
Sangat Kurang Baik 66
178
25
11
0 23,6 %
63,6 %
8,9 %
3,9 %
-
Total 280 100%
Sumber : Data primer diolah
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar menilai bahwa perhatian dokter dan perawat terhadap pasien sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden sebagai berikut, 66 orang (23,6%) menilai sangat baik, 178 orang (63,6%) menilai baik, 25 orang (8,9%) menilai cukup, 11 orang (3,9%) menilai kurang baik.

Untuk dapat menggambarkan secara keseluruhan bagaimana persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan di RSUD Serang, disini akan ditampilkan tabel distribusi frekuensi berdasarkan total nilai jawaban responden.

Tabel 19
Distribusi Total Nilai Jawaban Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan
Sumber : Data primer diolah
Untuk lebih jelas bagaimana gambaran persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan RSUD Serang , kita dapat lihat grafik berikut :


Gambar 4. Grafik Distribusi Frekuensi Total Nilai Jawaban Persepsi Responden Terhadap Kualitas Pelyanan RSUD Serang

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi, agar lebih informatif dalam penyampaiannya, maka persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan dalam penelitian ini dibagi menjadi 5 kategori yaitu kategori yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 20
Kategorisasi Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan RSUD Serang

Kategori Interval Frekuensi Persen
Buruk 18 – 24 3 1,1 %
Kurang Baik 25 – 31 28 10 %
Cukup 32 – 38 118 42,1 %
Baik 39 – 44 112 40 %
Sangat Baik 45 – 50 19 6,8 %
Total 280 100 %
Sumber : Data primer diolah
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang paling tinggi berada pada kategori cukup (42,1 %), kemudian pada kategori baik (40%), selanjutnya kurang baik (10%), sangat baik (6,8%), dan dalam kategori buruk (1,1). Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut masyarakat dalam hal pengguna layanan RSUD Serang menilai bahwa pelayanan RSUD sudah cukup baik dan baik. Adapun terhadap persepsi yang kurang baik ini berdasarkan pertanyaan terbuka diperoleh informasi bahwa pelayanan RSUD Serang masih dirasa lamban, seringkali dokter terlambat datang, masih ada perawat/petugas yang kurang ramah (jutek) dalam melayani pasien,ruang tunggu dirasa kurang nyaman karena keterbatasan jumlah kursi untuk menunggu, masih ada perbedaan perlakuan atau sikap petugas terhadap pasien dikarenakan faktor kedekatan dan status sosial ekonomi.

V. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang paling tinggi berada pada kategori cukup (42,1 %), kemudian pada kategori baik (40%), selanjutnya kurang baik (10%), sangat baik (6,8%), dan dalam kategori buruk (1,1). Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut masyarakat dalam hal pengguna layanan RSUD Serang menilai bahwa pelayanan RSUD sudah cukup baik dan baik.

B. Saran

1. RSUD Serang perlu memperbaiki fasilitas fisik seperti ruang tunggu, ruang parkir agar lebih nyaman dan aman.
2. RSUD Serang perlu management complaint untuk menindaklanjuti masukan-masukan pasien yang dimasukkan dalam kotak saran.
3. Manajemen RSUD Serang perlu memberikan sangsi yang tegas bagi dokter yang sering terlambat hadir.






DAFTAR PUSTAKA

Arief, 2007, Pemasaran Jasa dan Kualitas Pelayanan, Bayumedia Publishing, Malang
Denhardt, Janet V, Robert B. Denhardt, 2007, The New Public Service Serving, Not Steering, M.E. Sharpe Armonk, New York
Lewis, W. Carol and Stuart C. Gilman, 2005, The Ethics Challenge in Public Service : A Problem Solving Guide Second Edition, Josey Bass A Willey Imprint, San Fransisco
Mahmudi, 2005, Manajemen Kinerja Sektor Publik, YPKN, Yogyakarta
Ratminto, Atik Septi Winarsih, 2008, Manajemen Pelayanan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta


Jurnal
Olorunniwo, Festus, Maxwell K. Hsu, 2006, A Typology Analysis of Service Quality, Customer Satisfaction and Behavioral Intentions In Mass Service, Managing Service Quality Journal 2006





Dokumen

Profil RSUD Serang tahun 2008
Gatra, 20 Mei 2009
Kompas, 11 Desember 2010
Radar Banten, 13 Februari 2010
http;www/mldi.or.id, diunduh pada 14 Desember 2009

Senin, 14 Maret 2011

Ibu Yang Kami Sanyang

Senyum kebanggaan tersungging dari bibirnya
Tatapan matanya menyorotkan rasa optimis
Keperkasaan dan keteduhan menyatu pada dirinya
Ayu yang perkasa, lembut yang bergelora
Bahu mu sandaran berjuta manusia
Pundakmu harapan anak bangsa
Mampukah kau tegak berdiri, diantara gelombang globalisasi ?
Mampukah kau berlari mengejar ketertinggalan teknologi ?
Mampukah kau membasmi korupsi, kolusi dan nepotisme di bumi Tiertayasa ini ?
Jika kau mau, jika kau mampu , jika kau tak melakukan itu
Kau tak perlu merayuku,
Kau tak perlu mengeluarkan sesenpun dari saku mu
aku kan takluk padamu
Aku akan catat dirimu dalam tinta emasku sebagai Ibu Yang Kami Sayang

Rabu, 09 Maret 2011

Kartini Tanpa Kebaya

Kartini Tanpa Kebaya
Oleh : Arenawati

Tidak ada wanita di bumi Indonesia ini yang tidak mengenal sosok RA Kartini. Kisah kegigihannya untuk terus belajar di tengah keterkekangan dirinya dalam keluarga priyayi alias ningrat menjadikan ia sebagai sosok wanita pertama yang mengilhami emansipasi wanita. Sosok RA Kartini demikian melegenda pada masyarakat Indonesia terutama kaum hawa sebagai pelopor emansipasi wanita. RA Kartini memotivasi kaum hawa di negeri yang memang lebih banyak dihuni oleh kaum hawa ini bergerak bebas dalam dunia yang fana ini. Wanita bebas mengejar ilmu setinggi langit, wanita bebas untuk bekerja di semua sektor pekerjaaan , wanita sekarang bebas untuk bercita-cita untuk menjadi apapun yang diinginkannya. Pekerjaan yang mungkin semula hanya dilakukan oleh kaum lelaki, seperti sopir pun dilakukan juga oleh wanita, sopir angkot, sopir taxi, supir bus trans Jakarta, sampai traktor seukuran rumah di penambangan Freeport dan Newmont di kemudikan oleh seorang wanita. Oh betapa perkasanya wanita !
Demikianlah , saat ini wanita sangat berbangga hati apabila dapat melakukan atau menjadi sesuatu melebihi kemampuan kaum adam. Wanita dianggap hebat bila dapat menjadi pemimpin , memiliki kekuasaan yang besar, memiliki kekayaan yang berlimpah, memiliki “prestasi” dan karier yang lebih dari kaum adam. Orang akan berdecak kagum “ duh, hebatnya !”. Para wanita pun akan berkata dalam hati “ kapan ya aku seperti dia “. Tapi … apa benar ini yang diinginkan oleh RA Kartini ? Apakah dia akan bahagia melihat kaum wanita “maju” di berbagai bidang pekerjaan. Saat ini wanita bekerja menjadi prestige bagi kaum wanita, tanpa di tahu sebenarnya dia telah mengorbankan banyak hal untuk ambisinya tersebut. Berjuta-juta balita tidak meninkati ASI eksklusif, diasuh oleh baby sitter ,, berjuta-juta anak-anak makan makanan siap saji atau jajan, berjuta-juta suami mengernyitkan dahi sepulang bekerja tak ada istri, bahkan ada yang terpaksa mengasuh anaknya dengan alasan emansipasi. Inikah yang diharapkan oleh RA Kartini ? sekali lagi saya bertanya pada diri saya sendiri inikah yang diinginkan RA Kartini ? sampai saat ini saya belum tahu jawabannya karena beliau sudah pergi meninggalkan dunia yang fana ini sebelum melihat pemikirannya yang maju di “ adaptasi” oleh wanita di era sekarang ini. Apakah beliau menitikkan air mata atau tersenyum bahagia ?
Sosok RA Kartini disimbolkan dengan keanggunannya, dengan senyum diwajahnya, berkebaya menampakkan ciri khas wanita Indonesia yang anggun tetapi brilian dalam pemikirannya. RA Kartini tidak terlepas dengan kebayanya yang anggun. Setiap memperingati Hari Kartini pada tanggal 21 April, pasti tidak ketinggalan diadakan lomba busana kebaya. Ya tidak ? itu kata guru SMP saya lho …. Jadi RA Kartini identik dengan busana Kebaya. Busana Kebaya akan dilengkapi dengan kain batik yang melekat ramping di tubuh wanita. Dengan mengenakan kostum kebaya wanita akan tampak anggun, berjalan pun hati-hati, sehingga wanita tidak dapat bergerak bebas alias grusa-grusu kalau gak mau jatuh. Dibalik kebaya kartini sebenarnya tertangkap makna. Kebebasan wanita itu adalah kebebasan yang terbatas. Wanita boleh berpendidikan tinggi, menjadi penguasa,pengusaha sukses, pekerjaan yang hebat tapi tetap saja bahwa kodrat wanita berbeda dengan pria. Wanita adalah ibu yang melahirkan bayi, yang mengasuh , membimbing anak ,menemani dan menghormati suaminya. Kebaya bukan pengekang kebebasan wanita , kebaya hanya membatasi gerak wanita. Kenyataan yang ada sekarang, seringkali wanita melepaskan kewajibannya sebagai seorang ibu dengan dalih sibuk bekerja, sibuk berkarier, sibuk…sibuk..sibuk ! itu yang sering diprotes oleh anak saya . Kondisi sekarang dapat diibaratkan seperti “ Kartini tanpa Kebaya” yang kadang bergerak terlalu bebas, lha wong Kartini-Kartini era ini sudah pakai celana panjang . Makna “ Kebaya Kartini” semoga menginspirasi kaum wanita yang pinter-pinter, hebat-hebat untuk tetap memliki “ red line” agar tidak terjerembab atau tersungkur karena terlalu bebas bergerak. Jangan sampai suatu saat nanti wanita-wanita yang hebat saat ini menyesal karena anak-anaknya tidak memiliki sopan santun, tidak menghormati orang tuanya, lebih memilih bermain game daripada belajar, menjadi matre karena selalu disogok uang jajan, menjadi pecandu narkoba dan lebih suka dugem di klab daripada di suruh ke masjid,belum lagi bila suami ikut “berulah” karena tidak pernah diperhatikan sang istri. Apa jadinya bila kehebatan dan kecemerlangan telah pudar ditelan usia, di masa tua kita tidak menemui anak-anak yang berbakti , sholeh dan sholehah, bahkan menyalahkan “ ibu, mama, aku seperti ini karena ibu, mama tidak memberikan perhatian padaku, sibuk.. dan sibuk ! Inikah akhir yang diinginkan karena sebuah ambisi yang terlahir dari istilah emansipasi ? Bagaimanapun masa depan bangsa masih tetap di tangan wanita, maka ingin menjadi Kartini dengan Kebaya atau Kartini dengan Celana Panjang ?

Arenawati, M.Si, penulis adalah seorang ibu yang sedang berusaha menjadi Kartini Yang Berkebaya, guru dari sejumlah mahasiswa produk “ Kartini dengan Celana Panjang di FISIP Untirta.